Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Rekonsiliasi Kasus Trisakti dan Semanggi Tuai Kritik

Kompas.com - 01/02/2017, 11:27 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah terkait penyelesaian kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) masa lalu, khususnya kasus Trisakti, Semanggi I dan II, menuai kritik dari sejumlah organisasi masyarakat sipil pegiat HAM.

Direktur eksekutif ELSAM Wahyu Wagiman mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu melalui rekonsiliasi mengabaikan prinsip-prinsip yang adil dan komprehensif tentang pencegahan impunitas.

Sementara, Presiden Joko Widodo berulang kali mengatakan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat akan diselesaikan secara adil dan bermartabat.

"Pilihan rekonsiliasi menjadi bukti semakin jauhnya realisasi janji pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu," ujar Wahyu melalui keterangan tertulis, Selasa (31/1/2017).

(Baca: Kebijakan Penuntasan Kasus Tragedi Semanggi Dinilai Bias Politik)

Pilihan rekonsiliasi tersebut, kata Wahyu membuka banyak pertanyaan dan kejanggalan.

Pertama, pilihan rekonsiliasi diambil ketika Menko Polhukam dijabat Wiranto. Wiranto diduga bertanggungjawab karena saat peristiwa Trisakti dan Semanggi tahun 1998, dia menjabat sebagai Menhankam/Pangab.

Kedua, pilihan untuk mendukung keputusan rekonsiliasi, memperlihatkan Komnas HAM justru mendelegitimasi keputusannya sendiri.

Pada tahun 2002 Komnas HAM dengan sangat yakin menyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II.

"Komnas HAM sebagai institusi yang diberikan mandat untuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang berat, menurut UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, juga terkesan melupakan keputusannya sendiri," ungkapnya.

Melihat kerancuan tersebut, menurut wahyu, Presiden seharusnya dapat bertindak tegas dengan memastikan Jaksa Agung melakukan proses penyidikan atas hasil penyelidikan yang sudah dilakukan Komnas HAM.

Apalagi dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan II sebagian besar terduga pelaku dan korban masih hidup, bahkan sebagian di antaranya masih menduduki jabatan-jabatan politik strategis.

"Tidak ada alasan bagi Jaksa Agung untuk mengatakan kesulitan dalam penggalian bukti-bukti dan pengumpulan keterangan saksi," kata Wahyu.

Kritik senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono.

Dia menilai langkah rekonsiliasi menunjukkan tak ada iktikad baik pemerintah untuk meneruskan proses ini secara hukum.

"Pemerintah tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menempuh jalur non-yudisial tanpa adanya kejelasan proses yudisial. Terlebih lagi hanya didasarkan pada alasan pilihan politik," ujar Supriyadi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com