Harapannya dengan pendaftaran akun medsos paslon kepala daerah, maka bentuk pelanggaran di dunia maya karena kerap menjual unsur SARA bahkan fitnah menyangkut urusan pribadi dapat dengan mudah diawasi. Praktiknya dalam kasus Pilkada DKI tahun ini jumlah akun medsos milik paslon tidak dibatasi.
Semakin miris, jauh hari Bawaslu mengaku kesulitan mengawasi kampanye di medsos karena tak ada aturan baku yang mengatur kampanye di medsos tersebut kecuali adanya regulasi mengatur konten dunia maya (UU ITE) melalui mekanisme pengaduan dari masyarakat.
Nah, bagaimana kualitas laman (website) dan media sosial dari Bawaslu DKI yang sedikit banyak mewakili kualitas Bawaslu di tingkat daerah, sebelum kita dapat menarik kesimpulan awal soal kualitas Bawaslu dalam mengawasi dunia maya.
Dalam hal laman, Bawaslu DKI telah menggunakan alamat domain go.id yang sesuai dengan Surat Edaran No 3 Tahun 2015 tentang Penataan Nama Domain Instansi Penyelenggara Negara yang dirilis Menkominfo, sayang isinya kurang update. Berita terakhir yang diunggah pada 20 September 2016.
Dari sisi sociable, laman Bawaslu sebagai lembaga pengawas, tidak memiliki tautan medsos. Hingga artikel ini ditulis Bawaslu DKI tidak memiliki akun Facebook resmi. Bagaimana twitter? Akun yang dibuat pada Februari 2013 itu terakhir mencuit pada 9 Januari 2014.
Bagaimana dengan kualitas Bawaslu di 100 daerah lain yang akan menggelar Pilkada serentak tahun ini di tingkat provinsi yaitu Aceh, Bangka Belitung (Babel), Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat.
Serupa Bawaslu DKI, keenam Bawaslu tersebut menggunakan domain go.id, sementara dari sisi kecerewetan Bawaslu Banten adalah yang terdepan karena update terakhir dilakukan pada 6 Januari 2017, itupun unggahan bersifat pribadi pengelola akun Bawaslu. Sisanya Bawaslu lain, sudahlah, bahkan ada akun Bawaslu yang sepenuhnya kosong melompong.
Berlanjut ke Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) tingkat Kabupaten yang berjumlah 76 daerah? Rupanya dari Mesuji hingga Pringsewu hanya Panwaslu Kabupaten Cilacap yang serius mengelola laman mereka dengan alamat http://panwas.cilacapkab.go.id.
Selain itu KPUD Cilacap cukup aktif bermain di sosial media jenis Youtube. Namun jangan tanyakan soal kuantitas video yang diunggah, following maupun followers mereka terlalu kecil untuk disebut populer.
Sementara laman 75 Panwaslu tingkat Kabupaten lain, seluruhnya dibangun menggunakan platform maupun memakai domain gratis dari wordpress atau blogger (blogspot). Soal domain bervariasi antara com, org ataupun net. Beberapa malah tak memiliki laman.
Bagaimana dengan 18 Panwaslu tingkat kota? Setali tiga uang! Bahkan Salatiga, Yogyakarta, Cimahi dan Tasikmalaya, yang berada di Pulau Jawa yang seharusnya tak bermasalah dalam hal SDM pun menggunakan laman berdomain com yang sudah ditegaskan Menteri Kominfo tidak aman.
Lebih miris, Panwas Kota Batu di Jawa Timur, yang hanya kurang dari sejam dari kota Malang bahkan tak memiliki laman, serupa Panwas kota di Kawasan Tengah dan Timur Indonesia: Kupang, Ambon dan Sorong.
Dengan kondisi seperti ini, apa yang kita harapkan dari Bawaslu hingga Panwaslu untuk mengawasai kampanye di media sosial yang luar biasa ramai? Selain kita hanya bisa pasrah, mari menghibur diri siapa tahu kuantitas dan kualitas medsos di luar Jakarta tak seribut kampanye berebut kursi DKI 1.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.