JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk urea tablet di Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit I Jawa Tengah tahun 2010-2011.
Pada hari ini, Rabu (18/1/2017), KPK menjadwalkan memanggil sejumlah saksi dari pihak swasta.
Mereka yang dijadwalkan diperiksa pada hari ini, antara lain, Fitri Hadi Santosa, Wardi, Cokro Djohari, Aas Asikin, Hilman Taufik, Achmad Tossin Sutawikara, Aria Sentana Wirabrata, dan Muhammad Abdullatif.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HSW (Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Periode 2010-2011 Heru Siswanto)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (18/1/2017).
Selain itu, KPK juga memanggil penjual pupuk Dedi Suryaman dan ibu rumah tangga Norberta Murniati.
Selain Heru Siswanto, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk urea tablet tahun 2010-2011, KPK menetapkan dua tersangka lain, yaitu Direktur Utama PT Berdikari periode 2010-2012 Asep Sudrajat Sanusi, dan Kepala Biro Pembinaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011 Bambang Wuryanto.
Sementara, untuk pengadaan pupuk urea tablet periode 2012-2013, penyidik KPK menetapkan dua tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama PT Berdikari Persero periode 2012-2013 Librato El Arif dan Kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah periode 2012-2013 Teguh Hadi Siswanto.
Kelima orang tersangka itu diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi dalam kegiatan pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani unit I Jawa Tengah.
Secara umum, Febri menyebutkan, modus yang terjadi adalah indikasi penggelembungan harga (mark up).
Dalam kasus tersebut, negara terindikasi mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar yang diduga mengalir ke pihak individu dan korporasi.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan BPK untuk melakukan perhitungan kerugian negara," ujar Febri.
Atas perbuatan tersebut, kelima tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan korupsi pengadaan pupuk di PT Berdikari Persero yang telah selesai proses hukumnya.
Mantan Direktur Keuangan PT Berdikari, Siti Marwah, divonis 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/12/2016).
Siti terbukti menerima fee sebesar Rp 2,2 miliar terkait kesepakatan jual-beli pupuk urea dari sejumlah perusahaan rekanan PT Berdikari.
Kemudian, Komisaris CV Timur Alam Raya Sri Astuti dan Direktur Utama CV Jaya Mekanotama Aris Hadiyanto telah ditahan KPK sejak Senin (22/8/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.