Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Orkestrasi Komunikasi Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 17/01/2017, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Mengapa tidak berlatih debat dengan matang dan penuh kalkulasi sebelumnya? Mengapa tidak cermat memilih kosakata, sehingga tidak terus membuat masalah baru? Mengapa selalu membidik hal irrelevan alih-alih meluaskan pemikiran?

Padahal, suka tidak suka, ad hominiem justru menjadi hal yang selama ini kerap membikin gaduh ranah jagat maya karena menyerang sisi personal tentulah sangat lebih menusuk perasaan dibandingkan praktik kontra ide yang sehat.

Jangan lupakan pula contoh lain lebih massif tentang kenaikan tarif STNK, yang juga di awal tahun ini. Kiranya ini lebih pantas dijadikan sorotan karena nyata terjadi kesimpang siuran informasi yang membingungkan masyarakat.

Padahal, jika dibandingkan kontestasi Pilkada yang penuh persaingan, alur komunikasi massa seharusnya lebih mudah dikontrol karena hierarkisnya jelas.

Apa konten komunikasi yang disampaikan Presiden Jokowi, adalah apa yang harus disokong para pejabat di bawahnya, bukan malah kemudian menimpakan kesalahan tersebut kepada sang presiden.

Karena itulah, dengan merujuk contoh-contoh tersebut, maka berbagai petuah dan kegelisahan Presiden Jokowi tentang iklim komunikasi hari ini, sesungguhnya (kerap/terkadang) dimentahkan hingga dipatahkan oleh jajarannya, pejabat publik, hingga public figure terkait. 

Solusi Masalah

Sebagai akademisi dan praktisi ilmu komunikasi, penulis menawarkan dua solusi inti secara praktis. Pertama, dalam suasana iklim komunikasi genting seperti sekarang, seluruh komunikasi massa, terutama pidato, selalu gunakan metode pidato manuksrip (menggunakan naskah) dan ekstemporer (menjabarkan materi yang terpola).

Ini penting bukan hanya karena acara tersebut intens diliput media massa. Tetapi, bahkan di ruang komunal atau privat sekalipun, inilah era camera branding; Siapapun bisa merekam komunikasi seseorang untuk kemudian disebarkan dengan berbagai intensi-nya.

Kedua jenis pidato tersebut tidak seru, kurang bergelora, apalagi membakar massa. Tapi dalam kondisi semacam saat ini, ini tetap lebih aman dibandingkan metode impromptu (spontan, tanpa persiapan sebelumnya) dan memoriter (menghafal naskah).

Jangan lupakan efek "sihir mic" yang membuat seorang orator kerap berapi-api tak terkendali saat berada di depan podium karena terbakar adrenalin, sehingga kerap membuat praktek komunikasi publik melebar dari sedianya. Di sinilah, slip of tongue (semacam ad hominem) sering terjadi.

Kedua, matangkan dan desainkan seluruh wacana ke ruang publik dengan mantap. Apa saja bahan yang akan dibicarakan, apa saja rilis yang akan disebar, adalah pengetahuan dan konsensus bersama di awal dengan kesamaan persepsi.

Jangan bergerak, apalagi menafsirkan sendirian, karena jelas ini menjadi kontraproduktif dan Indonesia kembali mengalami gaduh tak perlu. Yang dibutuhkan adalah kemampuan memahami teks dan konteks sekaligus, serta merancang cara komunikasinya yang terbaik, dan barulah dilempar ke publik via media massa.

Sebelum ini terjadi, manakala konten komunikasi massa masih mentah, lebih baik menahan diri. Pada hari-hari ini, niat dan keinginan berkomunikasi yang baik dan tulus saja tak cukup, karena proses yang tak matang pun bisa buyarkan niat  tadi.

Ketiga, mitigasi resiko komunikasi termasuk siapkan respon terbaik manakala terjadi feedback dari komunikan/publik. Bukan sekedar menyampaikan, bukan sebatas harus transparan, namun apa yang akan muncul dan antisipasinya harus dipikirkan baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com