JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara curhat soal pemblokiran situs saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Rudiantara merasa banyak pihak menyalahkannya jika pemerintah melakukan pemblokiran situs. Ia dianggap sewenang-wenang.
Padahal, Rudiantara mengaku telah mendengar pertimbangan dari pihak yang kompeten sebelum melakukan pemblokiran.
"Dari sisi Kemkominfo saya sampaikan seolah semua harus Kemkominfo. Padahal saya ini orang yang tak tahu konten. Yang tahu orang ahli dari tiap sektor," kata Rudiantara.
(baca: Begini Mekanisme Pemblokiran Situs Versi Kemenkominfo)
Ia mengatakan, untuk memblokir situs, pihaknya tak bisa semena-mena kecuali situs yang jelas mengandung konten pornografi dan terorisme.
Untuk situs lain yang terkait agama, pihaknya mengaku selalu menggandeng pihak berkompeten seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"Soal agama, misalnya, saya ngerti apa. Orang bilangnya saya anak kemarin sore di pemerintahan. Apalagi soal agama," tutur Rudiantara.
(baca: MUI Sayangkan Pemblokiran 11 Situs oleh Pemerintah)
Begitupula soal situs yang diblokir karena memuat konten yang melanggar Undang-undang perlindungan anak.
"Sama juga itu. Pasti kami undang (Asrorun) Niam. Orang kalau ditanya pilih dengar pendapat Rudiantara atau Niam, ya pasti Niam," ucap Rudiantara lagi.
Ia lantas bercerita tentang sulitnya menghadapi sebagian aktivis dalam menyikapi pornografi.
"Ada orang mengunggah wanita tak menggunakan baju atasan. Sebagian aktivis bilang ke saya bilangnya ke saya Rudi itu art. Dari jaman dulu katanya orang Bali enggak pakai atasan. Terus saya ditunjukin foto-fotonya. Kan pusing saya," lanjut dia.
Pemerintah sebelumnya memblokir 11 situs yang dianggap mengandung konten negatif.
(baca: Menkominfo: Blokir Situs, Kami Tak Lihat Bungkusnya, tetapi Kontennya)
Kominfo sudah meminta agar penyedia jasa layanan internet (internet service provider) untuk memblokir 11 situs tersebut sehingga tidak bisa diakses oleh masyarakat.
Pengelola 11 situs yang diblokir itu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dengan menghilangkan konten yang melanggar UU ITE.
Mereka juga dipersilakan menjadi pers online sehingga nantinya bisa berlaku mekanisme UU Pers bukan UU ITE, yaitu dengan penyelesaian hak jawab kepada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.