Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terima Suap dari Lippo Group, Panitera PN Jakarta Pusat Divonis 5,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 08/12/2016, 18:17 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12/2016).

Edy juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Nasution terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Sumpeno saat membaca amar putusan.

Menurut Hakim, perbuatan Edy tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan Edy juga telah merusak kehormatan lembaga peradilan.

Edy Nasution terbukti menerima suap secara bertahap dari Lippo Group. Suap tersebut diduga diberikan agar Edy membantu mengurus perkara hukum yang melibatkan sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.

(Baca: Panitera PN Jakpus Edy Nasution Dituntut 8 Tahun Penjara)

Pemberian uang kepada Edy dilakukan secara bertahap, yakni uang Rp 100 juta dari pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno, atas persetujuan dari mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro.

Kedua, pemberian uang 50.000 dollar AS kepada Edy Nasution, atas arahan Eddy Sindoro.

Kemudian, pemberian ketiga, yakni uang sebesar Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno, atas arahan Wresti Kristian Hesti, yang merupakan pegawai bagian legal pada Lippo Group.

Pemberian uang Rp 100 juta terkait penundaan aanmaning perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana  melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco).

Selanjutnya, pemberian terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media.

Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Namun, ia meminta disediakan uang Rp 500 juta.

Edy Nasution kemudian menerima kembali pendaftaran PK atas masukan dari stafnya yang bernama Sarwo Edy.

Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 dollar AS dari pengacara Agustriady.

Kemudian, pada 18 April 2016, pihak Lippo Group meminta agar Edy kembali membantu pengurusan sejumlah perkara Lippo Group di PN Jakarta Pusat.

(Baca: Sopir Edy Nasution Dua Kali Diminta Mengantar ke Rumah Nurhadi)

Atas hal tersebut, Edy menerima pemberian sebesar Rp 50 juta yang diserahkan melalui pegawai Lippo Group, Doddy Aryanto Supeno.

Gratifikasi

Selain kasus suap, Edy juga terbukti menerima gratifikasi. Selain uang yang diakui sebagai suap, Edy tidak dapat mempertanggungjawabkan uang-uang dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang ditemukan penyidik KPK di ruang kerjanya.

Ada pun, uang yang tidak dapat dipastikan asal-usulnya tersebut terdiri dari 20.000 dollar AS, Rp10.350.000, dan 9.852 dollar Singapura.

"Terdapat kesulitan membuktikan uang diperoleh secara sah dan wajar. Majelis berpendapat, uang tersebut harus dianggap gratifikasi yang harus dianggap sebagai suap," ujar Hakim Yohanes Priana.

Edy terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Kompas TV Panitera Pengadilan Terima Suap?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com