Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Uji Materi UU Perbendaharaan Negara yang Diajukan Sri Bintang Ditunda

Kompas.com - 07/12/2016, 22:20 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menjadwalkan persidangan uji materi Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang diajukan aktivis Sri Bintang Pamungkas, Rabu (7/12/2016).

Namun, persidangan yang sedianya digelar siang ini, harus ditunda lantaran Sri Bintang selaku pemohon berhalangan hadir.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono menjelaskan, pihak MK sudah mencoba menghubungi Sri Bintang sejak beberapa hari lalu untuk mengonfirmasi terkait kehadiran pada persidangan. Namun, belum ada tanggapan.

"Tidak bisa menghubungi yang bersangkutan (Pemohon). Baru hari ini tadi sebelum sidang, putri Pemohon menyampaikan pesan via telepon kepada petugas penerimaan permohonan bahwa Pemohon tidak bisa hadir dalam persidangan," kata Fajar saat dikonfirmasi, Rabu.

Jika mengikuti perkembangan pemberitaan belakangan, Fajar mengatakan, saat ini Sri Bintang berstatus tersangka terkait kasus makar dan ditahan di Polda Metro Jaya.

Fajar menambahkan, Sri Bintang tidak menyertakan kuasa hukum dalam uji materi yang diajukan.

Oleh karena itu, MK akan mengirimkan surat tertulis ke Polda Metro Jaya. Sehingga pensiunan dosen itu bisa hadir di sidang uji materi selanjutnya.

"Pemohon tidak mendapatkan izin dari pihak berwenang. Surat tertulis akan disusulkan," kata Fajar.

Namun demikian, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) akan terlebih dahulu dilakukan untuk menjadwalkan kembali sidang uji materi yang diajukan Sri Bintang.

"Jadi, sidang ditunda tapi belum diagendakan kapan. Masih akan di RPH-kan dulu," ujarnya.

Dikutip dari rilis pers Mahkamah Konstitusi, Sri Bintang mengajukan uji materi terhadap pasal 40 ayat 1 UU 1/2004. Sri Bintang menganggap norma di pasal tersebut melanggar hak konstitusionalnya sebagai warga negara.

Dan itu, menurut Sri Bintang, menyebabkan dirinya mengalami kerugian materil. 

Dalam rilis tersebut dijelaskan, pemohon telah mengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) selama 37 tahun.

Kemudian, terhitung mulai Juli 2010, dirinya dinyatakan sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Namun, sejak pensiun, Sri Bintang belum memiliki Surat Keterangan Penghentian Pemberian Gaji (SKPP).

Pada 6 Oktober 2016, pemohon baru menyerahkan SKPP ke PT Taspen. Menurut Pemohon, jika dihitung sejak Juli 2010, dana pensiun yang seharusnya diterima adalah 76 bulan.

Namun, karena adanya ketentuan pasal 40 ayat 1 UU 1/2004 yang menyebutkan bahwa "hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kadaluwarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang", maka jatah pensiun yang diterima hanya sebanyak 60 bulan. 

Menurut Sri Bintang, hak tagih terhadap pembayaran pensiun seharusnya tidak mengenal arti kadaluwarsa karena selama menjadi PNS dirinya sudah mengemban tugas secara penuh dan tuntas.

Sehingga, sedianya uang pensiun yang diterimanya juga utuh tanpa adanya potongan 16 bulan seperti ketentuan yang diatur dalam pasal tersebut.

Menurut pemohon, frasa 'jatuh tempo' merupakan istilah yang biasa dipakai manakala ada batas waktu yang diwajibkan dalam suatu perjanjian, misalnya perjanjian pembayaran utang atau piutang dinyatakan sudah habis.

Sedangkan jika tidak ada perjanjian apa pun yang dibuat seorang PNS dengan pemerintah, seharusnya frasa 'jatuh tempo' pada Pasal 40 ayat 1 UU 1/2016 bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta majelis MK agar menyatakan, Pasal 40 ayat 1 UU 1/2016 tentang Perbendaharaan Negara tidak berlaku untuk hak tagih mengenai utang atas beban negara terhadap pembayaran uang pensiun mantan Pegawai Negeri.

Pemohon juga meminta majelis hakim MK menyatakan, hak tagih mengenai utang atas beban negara terhadap pembayaran uang pensiun tidak mengenal kadaluwarsa.

Sehingga dengan demikian tidak pula dikenal istilah hukuman dalam betuk apa pun yang mengurangi besarnya pembayaran pensiun, semisal batas maksimal pembayaran senilai lima tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Nasional
Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Nasional
Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Nasional
Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Nasional
Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Nasional
Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com