JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf menilai, pasal makar yang termaktub dalam KUHP rawan disalahgunakan oleh penguasa.
Sebab, penafsiran makar dalam pasal tersebut dinilai kurang jelas. Alhasil, kata Araf, penegak hukum dapat bersifat subyektif ketika menjerat seseorang menggunakan pasal makar.
"Pasal-pasal makar dalam KUHP tersebut memang pasal-pasal "karet", tetapi secara normatif dia masih berlaku. Oleh karena itu penafsiran atas pasal tersebut menjadi sangat luas," ujar Araf usai konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Guna menghindari penyalahgunaan tersebut, Araf meminta pemerintah bersama DPR merevisi pasal tersebut di KUHP.
(Baca: Penegak Hukum Diminta Tak Sembarangan Terapkan Pasal Makar)
"Di masa mendatang untuk menghindari ruang-ruang penyalahgunaan kekuasaan, pemerintah harus merevisi pasal-pasal karet, termasuk makar melalui revisi KUHP," kata Araf.
Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko S Ginting. Miko mengatakan, revisi pasal makar dalam KUHP harus dilakukan.
Menurut Miko, revisi pasal makar perlu dilakukan agar tidak terdapat celah kriminalisasi menggunakan pasal makar.
"Jika tidak (direvisi), ketentuan ini akan menjadi ketentuan karet yang dapat menjadi alas bagi seseorang dikriminalkan," ucap Miko.
Dalam revisi tersebut, Miko meminta proses pembahasan dilakukan secara jelas dan ketat. Ini dilakukan agar penafsiran terhadap pasal makar menjadi jelas.
Sehingga, penegak hukum dapat bekerja secara objektif dalam menjerat seseorang melalui pasal makar.
"Dalam situasi demokratisasi hukum, seharusnya prinsip yang diterapkan adalah prinsip lex certa (jelas) dan lex stricta (ketat). Dalam hukum sebisa mungkin celah "ketentuan karet" ditutup," kata Miko.
(Baca: Tersangka Dianggap Tak Mungkin Makar lantaran Sepuh, Ini Tanggapan Kapolri)
Sebelumnya, penyidik Polri menangkap 11 orang sebelum pelaksanaan aksi doa bersama, Jumat (2/12/2016) lalu.
Tujuh orang dari mereka ditangkap atas dugaan permufakatan makar. Sementara, empat lainnya ditangkap karena ujaran kebenciaan dan penghasutan.
Ketujuh orang itu adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Mereka disangka melanggar Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.