JAKARTA, KOMPAS.com - Dua dari tujuh tersangka kasus bom molotov di Gereja Oikumene Sengkotek Samarinda, Kalimantan Timur, diketahui merupakan anak di bawah umur.
Salah satu anak tersebut, GA, adalah anak dari tersangka JS yang merupakan pimpinan dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Samarinda.
"JS ajak anaknya. Yang di bawah umur itu (GA) anak yang bersangkutan," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Boy mengatakan, JS mengirimkan anaknya ke pondok pesantren Ibnu Masud di Bogor milik Aman Abdurrahman. Aman merupakan terpidana kasus teroris sekaligus pendiri kelompok JAD.
"Jadi kenapa bisa bergabung ke JAD, karena orangtua juga pada akhirnya," kata Boy.
Boy mengatakan, baru dalam kasus ini anak-anak dianggap terlibat aktif dan penanganannya hingga ke tingkat pengadilan. Berkas perkara dua anak di bawah umur tersebut sudah dilimpahkan ke kejaksaan di Samarinda.
Meski ditangani berdasarkan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, namun proses yang mereka jalani juga harus ditangani dengan penanganan khusus karena dijerat dengan Undang-Undang Antiterorisme.
Meski begitu, pelibatan anak-anak dalam aksi terorisme bukan hal yang baru. Boy mengatakan, banyak warga negara Indonesia yang lolos berangkat ke Suriah untuk berbaiat kepada ISIS.
Mereka membawa serta keluarga, termasuk nak-anaknya. Salah satu contohnya yakni Salim Mubarak At Tamimi alias Abu Jandal, simpatisan ISIS asal Indonesia yang membawa istri dan empat anaknya ke Suriah.
"Ada anaknya yang menikah dengan foreign terorrist fighter dari Eropa," kata Boy.
(Baca juga: Polisi Sebut Pimpinan JAD Samarinda Berkomunikasi dengan Terpidana Teroris dari Dalam Lapas)
Karena itulah kelompok teroris terus berkembang karena bibit-bibit radikal ditanamkan orangtuanya sejak kecil.
Boy mengimbau masyarakat untuk menjaga betul generasi muda, terutama dari segi pendidikan. Orangtua juga diminta memperhatikan lingkungan anaknya, jangan sampai salah pergaulan dan terjerumus dalam paham teroris.
"Kita imbau orangtua sebagai wujud perlindungan kepada anak. Karena orangtua yang memutuskan mau jadi apa anak di golden age," kata Boy.