JAKARTA, KOMPAS.com - Lima dari 15 pelapor dugaan penistaan agama menyambangi kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Mereka menuntut penahanan terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sudah menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama.
"Kami sudah memasukkan surat permohonan kepada Bareskrim dan tembusan Kapolri, DPR RI, Ombudsman, dan Kompolnas," ujar Pedri Kasman, Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu petang.
Pihak pelapor yang datang ke Bareskrim yaitu perwakilan dari Persatuan Islam (Persis), Forum Anti Penistaan Agama (FAPA), dan Irena Center. Pedri mengatakan, kondisi di masyarakat kini kian meresahkan.
Hal tersebut dikarenakan gerakan menuntut penahanan Ahok kian besar. Bahkan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sampai mengeluarkan pernyataan bahwa akan terjadi gerakan makar pada aksi demonstrasi berikutnya.
"Hari ini Bapak Tito sebagai Kapolri sangat sibuk ke sana ke mari mengunjungi kelompok-kelompok masyarakat dalam rangka meredam gejolak massa yang kami perkiraan pada 2 Desember besok akan mencapai puncaknya," kata Pedri.
Pedri meyakini unsur obyektif dan subyektif untuk penahanan sudah terpenuhi. Jika Ahok masih dibiarkan di luar tahanan, ia khawatir muncul gejolak di masyarakat.
Terlebih lagi, kata Pedri, tersangka penista agama selama ini pasti dilakukan penahanan.
"Selama ini seluruh tersangka kasus penodaan agama ditahan. Baru kali ini tidak ditahan, ini kan istimewa sekali. Itu kan patut kita pertanyakan," kata Pedri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan bahwa tak perlu ada lagi desakan ke polisi soal penahanan Ahok. Penyidik menganggap belum ada urgensi melakukan penahanan terhadap Ahok.
(Baca juga: Kapolri Berkomitmen Mengawal Kasus Ahok hingga Proses Persidangan)
Menurut dia, penahanan dilakukan dengan syarat obyektif dan subyektif. Syarat tersebut antara lain ada upaya melarikan diri, menghilangkan bukti, dan mengulangi perbuatan yang sama.
"Alat buktinya (untuk penahanan) harus telak dan mutlak," kata Tito.
(Baca juga: Polri: Belum Ada Urgensi Menahan Ahok)
Lagipula, kata Tito, dalam undang-undang disebutkan bahwa sifat penahanan tidak wajib dilakukan selama tidak memenuhi syarat tersebut.
Tito meyakini tensi terhadap kasus ini meningkat lantaran disusupi oleh kelompok-kelompok tertentu yang punya kepentingan politis.
"Kepada kelompok yang punya agenda politik, saya ingatkan jangan provokasi masarakat untuk ke kepentingaan saudara sendiri," kata Tito.
(Baca juga: Kapolri Pertanyakan Motif Pihak yang Ngotot Minta Ahok Ditahan)