Pada tanggal 1 April 1999 secara resmi Polri terpisah dari tiga angkatan lainnya, dan ABRI mengubah namanya menjadi TNI. Sejak itu pula Akademi Kepolisian terpisah dari AKABRI. Kemudian AKABRI berubah namanya menjadi Akademi TNI yang terdiri dari AKMIL, AAL, AAU.
Berdasarkan Perpang Nomor :Perpang/ 28/ V/ 2008 tanggal 12 Mei 2008 Pendidikan Dasar Keprajuritan Chandradimuka dan Integratif Akademi TNI pola 12 bulan langsung dibawah Mako Akademi TNI. Kemudian AKMIL menyelenggarakan pendidikan khusus Taruna Angkatan Darat tingkat II, III dan IV.
Masa pendidikan terintegrasi tercatat sebagai sistem terbaik yang pernah dijalankan dalam Akademi Militer. Dalam pengantar buku Mengawali Integrasi, Mengusung Reformasi: Pengabdian Alumni Akabri Pertama 1970 (Kata Hasta Pustaka, 2012, h. xxix.) dipaparkan bahwa hanya beberapa negara di dunia saja yang memiliki sistem pendidikan perwira militer terintegrasi.
Sistem pendidikan ini bertujuan untuk memahami dan menerapkan konsep tentara terintegrasi yang harus mampu menyelenggarakan berbagai format operasi gabungan (combined operations). Ini sangat krusial pada saat mereka bertemu dengan kasus-kasus di lapangan. Meskipun sempat terpisah, sejak dua tahun lalu pendidikan terintegrasi kembali diberlakukan di Akademi Militer Magelang.
59 Tahun Akademi Militer
Tugas mencetak tentara profesional tanpa terasa telah dijalani Akademi Militer selama 59 tahun usianya. Esok, 11 November 2016, lembaga ini tepat berhari jadi ke-59.
Bukan rahasia dan sudah menjadi pengetahuan bersama, Akademi Militer sudah menjadi tujuan favorit para remaja lulusan SMA di seluruh tanah air. Terutama di kalangan para murid lelaki peminat olahraga, pengurus organisasi siswa sampai peminat ekstra kurikuler Paskibra, Pramuka dan Lintas Alam. Mereka bercita-cita menjadi tentara profesional.
Di tahun terakhir pendidikan SMAnya sudah jamak melihat mereka membidik satu kursi untuk menjadi calon taruna ini lewat berbagai cara. Mulai dari menjaga kebugaran, mempelajari sejarah, khususnya sejarah TNI Angkatan Darat, sampai mencari kisi-kisi soal dan menyimak peluang per daerah teritorial (Kodam) se-Indonesia.
Sayangnya belum terdokumentasi dengan baik data peminatnya dari tahun ke tahun, tetapi persaingan memang teramat ketat.
Sebagai contoh, kisah Kolonel Inf. Efran Gunawan, Staf Dinas Penerangan (Dispen) TNI AD yang lulus dari Akmil tahun 1994, bisa dijadikan gambaran beratnya persaingan masuk Lembah Tidar.
Ia mengikuti seleksi awal masuk Akmil di Provinsi Bengkulu. Semula peserta yang lulus seleksi awal berjumlah 157 dari sekitar 2.000-an peminat, kemudian dari jumlah itu yang akhirnya masuk Akmil hanya 4 orang.
Sedangkan pada angkatan yang sama, tetapi berbeda provinsi, ia memberi contoh Jawa Barat, dengan peminat cukup banyak sekitar 10.000-an, lolos tahap pertama 450, dan terakhir lolos masuk Akmil hanya 50 orang.
Nilai Kesetiaan pada Pancasila
Jenderal Sayidiman sangat terharu ia masih sempat menjadi saksi mata tumbuh-besarnya lembaga pendidikan yang menjadi jejak awal karier militernya dan ia juga turut terlibat dalam pengembangan kurikulumnya.
Menurutnya, sangat penting menghasilkan tentara-tentara profesional dan mumpuni, tetapi lebih penting menghasilkan insan pembela bangsa yang setia kepada falsafah negara: Pancasila.
Seperti ucapan Sumpah Taruna yang diucapkan di masa awal Akmil berdiri, “Demi Allah Maha Esa, Kami nan Bersumpah, Setia Membela Nusa dan Bangsa, Tanah Tumpah Darah…”
Dirgahayu Akmil ke-59!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.