Pada tahun 1950, MA Yogyakarta telah meluluskan dua angkatan. Angkatan ketiga hanya diikuti 10 orang dan akhirnya berkurang lagi menjadi 7 taruna. Melihat terlalu sedikitnya peminat pada angkatan ketiga, MA ditutup untuk sementara dan taruna angkatan ketiga menyelesaikan pendidikannya di KMA Breda, Belanda.
Pada kurun waktu yang sama di berbagai tempat lain -Malang, Mojoagung, Jombang, Salatiga, Tangerang, Palembang, Bukittinggi, Brastagi, dan Prapat- didirikan Sekolah Perwira Darurat untuk memenuhi kebutuhan TKR pada waktu itu. (Dikutip dari situs resmi Akademi Militer: http://www.akmil.ac.id/).
“Anda bisa bayangkan bagaimana kami yang masih belajar teknik-teknik menjadi petempur yang benar, belajar pegang senjata, pegang pistol, granat, dan harus langsung praktek dalan Aksi Satu dan Aksi Dua kala itu. Bukan sekadar berlatih, kami bertempur sesungguhnya,” kata Jenderal (Purn.) Sayidiman Suryohadiprodjo, 89 tahun, dalam sebuah perbincangan beberapa hari lalu.
Beliau alumni angkatan pertama MA Yogya, satu diantara 196 lulusan yang duduk di peringkat 3 besar. Aksi Satu dan Aksi Dua yang dimaksud Pak Sayidiman di sini adalah Agresi Militer Belanda I 1947 dan Agresi Milter II 1948.
Pada tanggal 1 Januari 1951 di Bandung didirikan Sekolah Perwira Genie Angkatan Darat (SPGI AD), dan berubah menjadi Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) pada tanggal 23 September 1956. Salah satu lulusannya yang terkenal adalah Kapten (Anumerta) Pierre A. Tendean.
Sementara itu pula pada tanggal 13 Januari 1951 didirikan Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) di Bandung.
Mengingat pada saat itu banyak sekolah perwira TNI AD, maka muncul gagasan dari pimpinan TNI AD untuk mendirikan satu Akademi Militer. Gagasan ini pertama kali dimunculkan pada sidang parlemen oleh Menteri Pertahanan pada tahun 1952.
Setelah melalui berbagai proses, maka pada 11 November 1957 pukul 11.00 Presiden RI Ir. Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI, meresmikan pembukaan kembali Akademi Militer Nasional yang berkedudukan di Magelang. Tanggal 11 November kemudian sampai sekarang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Akademi Militer.
Nama Akademi Militer Nasional (AMN) mulai dperkenalkan, walaupun nama populer yang digunakan dalam percakapan harian masih MA Yogya. AMN secara resmi menjadi kelanjutan dari MA Yogya dan taruna yang masuk tahun 1957 ini dinyatakan sebagai Taruna MA angkatan ke-4.
Presiden Sukarno pada saat itu mengeluarkan maklumat bertulisan tangan yang berbunyi, “Dengan ini, maka Akademi Militer Nasional, dengan angkatannya yang keempat, saya buka kembali, dan saya resmikannya di dalam Kompleks A.M.N yang bersifat sementara.” Magelang, 11 Nopember 1957, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, Sukarno.
Dalam situs Akmil tertulis, pada tahun 1961, Akademi Militer Nasional Magelang diintegrasikan dengan ATEKAD Bandung dengan nama Akademi Militer Nasional dan berkedudukan di Magelang.
Pada saat itu masing-masing angkatan (AD, AL, AU dan Polri) memiliki Akademi sendiri-sendiri. Alasan itulah yang mendasari sejak tanggal 16 Desember 1965 seluruh Akademi Angkatan (AMN, AAL, AAU dan AAK) diintegrasikan menjadi Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).
Sesuai dengan tuntutan zaman, maka pada 29 Januari 1967 Akabri di Magelang diresmikan menjadi Akabri Udarat, yang meliputi dua Akabri bagian di bawah satu pimpinan, yaitu Akabri Bagian Umum dan Akabri Bagian Darat.
Akabri Bagian Umum mendidik taruna tingkat pertama (TK-I) selama satu tahun, termasuk Pendidikan Dasar Keprajuritan Chandradimuka. Sedangkan Akabri Bagian Darat mendidik taruna Akabri Bagian Darat mulai tingkat dua (TK-II) sampai tingkat empat (TK-IV).
Pada 29 September 1979, Akabri Udarat berubah namanya menjadi Akabri Bagian Darat. Selanjutnya, dalam rangka reorganisasi di lingkungan ABRI, maka pada tanggal 14 Juni 1984 Akabri Bagian Darat berubah namanya menjadi Akmil (Akademi Militer).