Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Maaf dari Ruang Pengaduan Komnas HAM...

Kompas.com - 01/11/2016, 06:44 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat bersiap menyampaikan keterangan pers di ruang pengaduan Asmara Nababan, Kantor Komnas HAM, Senin (31/10/2016). 

Dia ditemani tiga komisioner lainnya, Roichatur Aswidah, Siti Noor Laila dan Sandrayati Moniaga.

Siang itu, tak ada jadwal untuk menerima pengaduan atau menyampaikan laporan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM seperti biasa.

Empat komisioner itu menggelar konferensi pers terkait Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Perundang-undangan Komnas HAM tahun 2015 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam Laporan tersebut, BPK menemukan sejumlah kejanggalan. Karena itulah, BPK menolak memberikan opini karena sejumlah bukti keuangan belum lengkap.

Konferensi pers diawali dengan permintaan maaf Komnas HAM kepada seluruh rakyat Indonesia yang disampaikan Roichatul.

Dia menuturkan bahwa Komnas HAM telah mengambil beberapa langkah penanganan terkait laporan BPK tersebut dengan membentuk Dewan Kehormatan dan Tim Internal pada Agustus 2016.

Dalam keputusannya, Dewan Kehormatan menyatakan komisioner Komnas HAM berinisial DB telah melakukan penyalahgunaan biaya sewa rumah dinas.

"Dewan Kehormatan menyatakan komisioner DB melakukan tindak penyalahgunaan biaya sewa rumah dinas," ujar Roichatul.  

Akibat perbuatannya itu, kata Roichatul, DB telah dinonaktifkan sebagai komisioner melalui Sidang Paripurna Komnas HAM.

(Baca: Komnas HAM Akui Ada Penyelewengan Anggaran oleh Komisioner)

Selain itu, Dewan Kehormatan dan tim internal juga memeriksa seluruh pejabat Komnas HAM yang terkait pengeluaran fiktif.  

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan, penyelewengan anggaran terkait biaya sewa rumah jumlahnya mencapai Rp 330 juta.  

Sementara tim internal menemukan Rp 820,2 juta penggunaan anggaran yang terindikasi fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.  

"Yang terindikasi pengeluaran fiktif jumlahnya Rp 820,2 juta. Ini yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sementara menyangkut biaya sewa rumah dinas jumlahnya Rp 330 juta," ujar Imdadun.  

Namun, tim internal Komnas HAM belum bisa menemukan nama-nama yang harus bertanggungjawab atas pengeluaran fiktif itu, sehingga penindakan baru sebatas teguran kepada pejabat struktural.  

"Tim internal belum sampai identifikasi nama yang bertanggungjawab terkait kuitansi fiktif, sehingga penindakan baru sebatas teguran kepada pejabat struktural. Kami Belum berikan sanksi karena belum menemukan siapa yang bertanggungjawab terkait penyelewengan anggaran," kata Imdadun.  

Meminta Bantuan KPK  

Imdadun mengatakan pihaknya telah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan terkait adanya pengeluaran anggaran fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan selama 2015 sebesar Rp 820, 2 juta.

Menurut Imdadun, Dewan Kehormatan dan tim internal tidak memiliki kemampuan untuk menyelidiki siapa yang bertanggungjawab atas penyalahgunaan anggaran tersebut.

"Kami telah kirimkan surat ke KPK, meminta bantuan untuk memeriksa, menyelidik dan menyidik siapa yang bertanggungjawab terkait penyalahgunaan anggaran tersebut," ujar Imdadun.  

Selain terkait penyelidikan, dalam surat tersebut Komnas HAM juga meminta KPK membantu dalammembangun sistem keuangan yang lebih akuntabel dan transparan.  

Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, KPK telah menerima pengaduan terkait laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas keuangan Komnas HAM tahun 2015. Pengaduan itu diterima pada Juni 2016.  

Menurut Yuyuk, saat itu KPK memberikan rekomendasi agar aduan tersebut diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) lain.

Namun, ia tidak menjelaskan alasan rekomendasi tersebut. (Baca: Soal Dugaan Penyelewengan Anggaran Komnas HAM, Ini Tanggapan KPK)

"Pengaduannya ke KPK tanggal 28 Juni 2016 dan saat itu rekomendasi KPK adalah diteruskan ke APH lain," ujar Yuyuk, saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Senin (31/10/2016).  

Lemahnya pengawasan internal

Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, lemahnya sistem pengawasan internal di Komnas HAM menjadi penyebab penyelewengan anggaran.

"Dari diskusi internal, sebenarnya kami sudah mengendus ada persoalan. Hanya saja tidak bisa ditujukan secara personal. Lemahnya pengawasan menjadi satu penyebab. Memang dibutuhkan pengawas internal," ujar Laila.

(Baca: Penyelewengan Anggaran di Komnas HAM karena Lemahnya Pengawasan Internal)

Menurut dia, Komnas HAM terlambat untuk menciptakan sistem pengawasan internal. Temuan BPK pun dinilai menjadi momentum bagi Komnas HAM untuk melakukan perubahan secara sistemik dan struktural.  

"Ada persoalan struktural yg menyebabkan peristiwa ini. Komnas HAM memang telat, baru pada 2014 dibentuk pengawas internal, itupun hanya pada tahap eselon III," kata Laila.

Kompas TV Komnas HAM Minta Penertiban Kampung Dadap Ditunda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com