JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, mengaku pernah diminta beberapa atasannya di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk menutupi perkara suap terkait proyek yang diusulkan oleh anggota Komisi V DPR.
Hal tersebut dikatakan pengacara Amran, Hendra Karianga, seusai mendampingi Amran selama diperiksa sebagai tersangka, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (28/10/2016).
"Itu sudah pernah yang lalu, tapi namanya mereka sebagai kaki tangan, (Amran) kan sering dihubungi. Kalau bisa jangan begini-begitu, tapi saya bilang buka saja semua, buat apa," ujar Hendra.
Meski demikian, menurut Hendra, permintaan beberapa pejabat Kementerian PUPR itu hanya sebatas permintaan, bukan suatu intimidasi kepada Amran.
(Baca: KPK Diminta Proses Hukum Pimpinan dan Anggota Komisi V DPR yang Diduga Terima Suap)
Dalam proyek yang diusulkan oleh anggota Komisi V DPR, kata dia, Amran hanya bertindak sebagai bawahan yang menjalankan kebijakan atasan.
Dalam hal ini, perencanaan program dan mekanisme penganggaran ditentukan oleh pejabat Kementerian dan Komisi V DPR.
"Saya bilang bongkar saja semua, ini beban harus ditanggung semua. Ya suap itu kan yang menyerahkan dan yang menerima harus diproses, jangan enak saja yang terima tidak diproses," kata Hendra.
Suap dari pengusaha dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku diduga tidak hanya kepada sejumlah anggota Komisi V DPR.
Suap tersebut juga mengalir kepada sejumlah pejabat di Kementerian PUPR.
Salah satunya, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hediyanto W Husaini, disebut menerima 60 ribu dollar AS, atau sekitar Rp 787 juta.
Hal tersebut diakui Amran saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan bagi terdakwa anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Menurut Amran, uang-uang yang diberikan kepada sejumlah pejabat Kementerian PUPR tersebut adalah pinjaman dari sejumlah pengusaha.
(Baca: Amran Mustary Minta Uang Rp 10 Miliar untuk THR Pimpinan di Kementerian PUPR)
Beberapa di antaranya So Hok Seng alias Aseng, dan Abdul Khoir yang merupakan kontraktor di Maluku.
Sebelumnya, Jaksa dari KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Amran saat diperiksa penyidik KPK.
Dalam BAP tersebut, Amran menjelaskan adanya pembagian uang kepada sejumlah pejabat di PUPR.
Selain Hediyanto, pejabat lain yang menerima adalah, Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono senilai 20 ribu dollar AS, dan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Pekerjaan Umum A Hasanuddin senilai 10 ribu dollar AS.
Selain itu, Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Bina Marga Soebagiono, senilai 10 ribu dollar AS, serta Direktur Jembatan Ditjen Bina Marga senilai 10 ribu dollar AS.
Salah satu pejabat yang pernah mengakui menerima uang dari Amran adalah Sekjen PUPR Taufik Widjojono.
Namun, uang tersebut ia kembalikan kepada Amran, karena khawatir akan terlibat kasus hukum, setelah adanya operasi tangkap tangan KPK kepada anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.