JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Kerja (Panja) Kebakaran Hutan dan Lahan Arsul Sani menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Polda Riau atas kasus kebakaran hutan dan lahan bisa dicabut tanpa putusan peradilan.
Hal itu disampaikan Arsul menanggapi imbauan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian kepada pihak yang tak setuju dengan adanya SP3 agar menggugatnya melalui praperadilan.
"Sepanjang ditemukan bukti baru oleh ahli sah-sah saja secara hukum bila harus dicabut tanpa proses peradilan," kata Arsul usai mengikuti rapat Panja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Arsul menyatakan kini Panja tengah mengumpulkan data yang berisikan kejanggalan terkait dikeluarkannya SP3 oleh Polda Riau.
(Baca: Publik Sulit Akses Dokumen SP3 15 Perusahaan Tersangka Pembakar Hutan dan Lahan)
Saat ini temuan terbaru Panja yaitu ahli yang dihadirkan Polda Riau tak berkompetensi sebagai pakar kehutanan.
Diketahui, Polda Riau meminta keterangan pegawai Badan Lingkungan Hidup Riau Nelson Sitohang sebagai ahli. Namun latar belakang Nelson tak berkaitan dengan kehutanan.
Nelson mengakui dirinya lulusan ilmu kesehatan masyarakat. Nelson kemudian merekomendasikan 6 dari 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka, telah memenuhi persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Atas rekomendasi Nelson tersebut, Polda Riau kemudian mencabut status tersangka keenam perusahaan yang tergabung dalam 15 perusahaan tersangka pembakaran hutan dan lahan dengan mengeluarkan SP3.
(Baca: Saksi Ahli Tak Kompeten, Komisi III Akan Panggil Polda Riau Terkait SP3 Kasus Kebakaran Hutan)
Keenam perusahaan yang disebut Nelson telah memenuhi persyaratan Amdal ialah PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Rimba Lazuardi, PT Sumatera Riang Lestari, PT Alam Sari Lestari, dan PT Riau Jaya Utama.
Padahal berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) ahli harus memiliki latar belakang keilmuan yang sesuai dengan jenis pidana yang ditangani.
Menurut anggota Komisi III DPR itu, apa yang dilakukan Polda Riau dengan menghadirkan ahli yang tak kompeten jelas melanggar keputusan MA.
Sehingga SP3 yang dikeluarkan Polda Riau atas rekomendasi dari saksi ahli yang tidak layak, patut dipertanyakan.
"Jadi nanti rekomendasi Panja bisa saja supaya Polda Riau mencabut SP3 terhadap 15 perusahaan itu dan kembali melanjutkan kasusnya, nanti kami juga akan panggil Kapolda Riau yang mengeluarkan SP3 itu," kata Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang untuk diproses hukum.
Adapun ke-15 perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).
Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.
Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut. Alasannya tak ada bukti yang mengarah bahwa 15 perusahaan tersebut membakar hutan dan lahan. Setelah dikeluarkannya SP3 itu Komisi III DPR membentuk Panja Kebakaran Hutan dan Lahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.