Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan Peraturan MA Terkait Pidana Korporasi Temui Sejumlah Kendala

Kompas.com - 29/09/2016, 17:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan saat ini pihaknya masih membahas peraturan tentang pemidanaan korporasi.

Salah satu poin yang masih terus dikaji adalah terkait substansi.

Menurut Hatta, substansi dalam peraturan itu perlu diperkuat agar upaya penegak hukum konsisten dan tidak melemah.

Pembahasan pun melibatkan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kejaksaan.

"Masih dalam pembahasan. Jangan terlalu terburu-buru, mendesak segera keluar kalau hasilnya tidak memuaskan ya percuma. Lebih baik lambat tapi hasilnya bagus," ujar Hatta saat ditemui di gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).

(Baca: Garis Besar Draf Peraturan MA soal Pidana Korporasi Menurut Pimpinan KPK)

Ditemui secara terpisah, Ketua KPK Agus Rahardjo juga mengakui peraturan itu masih perlu dibahas lebih lanjut.

Namun dia optimistis bahwa korporasi dapat dijerat secara hukum. "Memidanakan korporasi sangat mungkin dilakukan," ujar Agus.

Agus menyebut ada kendala teknis yang perlu untuk terus dibahas secara bersama-sama.

"Karena detail-detailnya yang suka jadi masalah, seperti tanggal lahir dan jenis kelamin. Kan korporasi tidak memiliki jenis kelamin," kata Agus.

Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pernah menyatakan mendukung dilakukannya pemidanaan terhadap korporasi yang terlibat korupsi.

Menurut Alex, sekitar 90 persen tindak pidana korupsi yang ditangani KPK selalu terjadi antara penguasa dan pelaku usaha atau korporasi.

Sejauh ini KPK memang belum pernah memidanakan suatu korporasi. Hal itu karena belum ada aturan jelas mengenai aturan dan tata cara pemidanaan korporasi.

Namun, menurut Alex, KPK sudah berkoordinasi dengan MA, untuk menentukan kesepahaman terkait prosedur tata cara pemidanaan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi.

(Baca: Pemidanaan Korporasi dalam Kasus Korupsi Perlu Diterapkan, Ini Alasannya)

"Mungkin tidak lama lagi ada surat edaran MA yang mengatur korporasi sebagai pelaku korupsi," kata Alex.

Sementara itu, mengenai dasar hukum pemidanaan terhadap korporasi, KPK dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. 

Kompas TV Ketua KPK : Dewan Pengawas Kurangi Independensi KPK - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com