JAKARTA, KOMPAS.com — Suhu politik menjelang batas akhir pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta kian memanas.
Para pembesar partai politik sampai "turun gunung".
Pilkada DKI yang berskala provinsi menjadi titik krusial bagi partai politik untuk menentukan langkah. Statusnya sebagai ibu kota negara membuat Pilkada DKI menjadi pertarungan politik level nasional.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto langsung terlibat menentukan pasangan yang akan diusung.
PDI Perjuangan, yang sebulan terakhir masih berhitung, akhirnya menjatuhkan pilihan dengan mendukung petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dipasangkan dengan kadernya, Djarot Saiful Hidayat.
(Baca: Demokrat, PKB, PPP, dan PAN Sepakat Usung Pasangan untuk Lawan Ahok-Djarot)
PDI-P bergabung dengan partai yang telah lebih dulu menyatakan dukungan kepada Ahok, yaitu Golkar, Hanura, dan Nasdem.
Pasca PDI-P memilih mengusung Ahok-Djarot, enam partai lainnya langsung menyusun langkah.
Enam partai itu adalah Gerindra, Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.
SBY langsung menggagas pertemuan dengan tiga partai, yaitu PPP, PKB, dan PAN.
Awalnya, empat partai tersebut bersama Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tergabung dalam koalisi penantang Ahok yang diberi nama Koalisi Kekeluargaan.
PDI-P sempat bergabung saat koalisi tersebut dibentuk.
(Baca: Ini Dia Dua Skenario Lawan Ahok, Hasil Pertemuan Empat Partai di Cikeas)
Namun, Gerindra dan PKS seolah "menjauh" dengan memunculkan nama Sandiaga Uno yang akan dipasangkan dengan kader PKS, Mardani Ali Sera.
Koalisi Kekeluargaan terpecah. PAN, PKB, PPP, dan Demokrat merasa tak diajak berdiskusi atas penunjukan Mardani tersebut.