Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lobi-lobi demi Terpidana Percobaan

Kompas.com - 22/09/2016, 16:52 WIB

Terpidana hukuman percobaan akhirnya diperbolehkan maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah di Pilkada 2017.

Ketentuan itu ditengarai tidak lepas dari kepentingan partai politik untuk mengusung kadernya yang sedang menjalani pidana percobaan di pilkada.

Perdebatan boleh-tidaknya terpidana hukuman percobaan menjadi calon kepala/wakil kepala daerah di pilkada muncul pertama kali saat Komisi Pemilihan Umum mengonsultasikan Peraturan KPU tentang Pencalonan ke Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri, 25 Agustus.

Rapat di pengujung pergantian hari itu membelah dua sikap 10 fraksi di Komisi II DPR. Sebagian menolak terpidana percobaan ikut pilkada karena melanggar Pasal 7 Ayat 2 Huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal 7 Ayat 2 Huruf g UU No 10/2016 itu menyatakan, calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Namun, sebagian lagi setuju terpidana hukuman percobaan dapat ikut pilkada. Alasannya, terpidana percobaan tidak layak hak politiknya dicabut karena mereka hanya melakukan tindak pidana ringan.

Selain itu, ada potensi calon dikriminalisasi dengan tindak pidana ringan agar gagal maju pilkada.

Ketika silang pendapat masih alot, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman memutuskan, terpidana percobaan bisa ikut pilkada.

Namun, fraksi lain, seperti PDI-P, Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang berbeda pendapat dengan Rambe, menyatakan rapat belum mengambil keputusan.

Akhirnya, dalam rapat berikutnya, Senin (29/8), pembahasan terpidana percobaan dibuka kembali.

Namun, pembahasan menemui jalan buntu. Kebuntuan juga terjadi pada rapat Jumat (9/9) dan Sabtu (10/9).

Namun, jumlah fraksi yang menolak terus berkurang. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan, dari semula mayoritas fraksi, akhirnya tinggal tersisa Fraksi PAN dan Fraksi PDI-P yang menolak.

Lobi intens

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arteria Dahlan, menduga, perubahan sikap beberapa fraksi itu tak lepas dari intensnya lobi yang dilakukan Golkar.

Menurut Arteria, lobi tidak hanya dilakukan di sela-sela rapat membahas Peraturan KPU Pencalonan, tetapi juga di sela rapat membahas anggaran di luar Gedung DPR.

"Argumen (Ketua Komisi II) Rambe saat melobi sifatnya lebih normatif. Dia, misalnya, menyebut terpidana percobaan seharusnya tidak dilarang ikut pilkada karena hal itu berarti mencabut hak konstitusional orang tersebut, tidak adil bagi orang itu. Selain Rambe, ada anggota Fraksi Golkar lainnya yang saat melobi lebih pragmatis sifatnya," katanya.

Calon Golkar

Arteria menuturkan, saat lobi, nama Gubernur Gorontalo Rusli Habibie sempat muncul. Rusli yang juga Ketua DPD Golkar Gorontalo disebut akan diusung kembali oleh Golkar dalam Pilkada Gorontalo.

Namun, rencana itu terancam terganjal oleh amanah Pasal 7 Ayat 2 Huruf g UU No 10/2016. Pasalnya, Rusli berstatus terpidana hukuman percobaan dalam perkara pencemaran nama baik terhadap Komisaris Jenderal Budi Waseso.

Saat ini, Rusli masih menjalani vonis kasasi dari Mahkamah Agung yang menjatuhkan pidana kepadanya 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

Terkait hal ini, Rusli sendiri sudah mengajukan uji materi Pasal 7 Ayat 2 Huruf g UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (Kompas, 15/9).

Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai membenarkan, Golkar memang hendak mencalonkan Rusli Habibie di Gorontalo. Namun, pencalonannya itu terganjal kasus hukum Rusli dengan Budi Waseso.

Ada beberapa calon kepala daerah dari Golkar di daerah lain yang juga terhambat pencalonannya karena tersandung kasus hukum berkategori ringan, misalnya di Kabupaten Sarmi dan Mappi di Papua.

Namun, Yorrys menampik anggapan bahwa Fraksi Golkar getol mendorong bolehnya terpidana percobaan maju di pilkada karena ada kepentingan pencalonan Rusli dan calon-calon lainnya dari Golkar yang bermasalah hukum.

"Bukan hanya Golkar yang getol. Ini sebenarnya keinginan fraksi-fraksi lain juga," katanya.

Sementara itu, Rambe membantah anggapan bahwa dirinya getol memuluskan jalan terpidana percobaan karena faktor pencalonan Rusli dan adanya arahan dari fraksi atau partai.

Sikapnya di rapat Komisi II semata-mata karena ingin mengedepankan rasa keadilan dan pemenuhan hak konstitusional semua calon.

"Ini secara umum, tidak khusus Pak Rusli. Maksud saya, jangan sampai orang kena kasus kecil, tidak bisa maju," kata Rambe.

Upaya Golkar meyakinkan fraksi lainnya agar membolehkan terpidana hukuman percobaan maju di pilkada mulai terlihat jelas akan berhasil saat mayoritas pimpinan Komisi II DPR satu suara dengan Golkar.

Akhirnya, saat rapat Sabtu (10/9), Komisi II memutuskan terpidana hukuman percobaan dapat ikut pilkada.

Sikap itu juga terlihat didukung Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono.

Padahal, atasan Sumarsono, yaitu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, menyatakan menolak terpidana percobaan ikut pilkada karena melanggar UU Pilkada.

Uji materi

Keputusan Komisi II itu pun menjadi dasar KPU merumuskan ulang syarat pencalonan kepala/wakil kepala daerah di Peraturan KPU Pencalonan.

Dengan perubahan itu, terpidana percobaan bisa ikut pilkada. KPU tidak memiliki pilihan lain karena dokumen hasil keputusan Komisi II DPR menyatakan hal itu.

Hal ini terjadi karena KPU terikat dengan Pasal 9A UU No 10/2016 yang menyatakan, hasil rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah membahas peraturan pelaksana UU Pilkada bersifat mengikat atau dengan kata lain, harus dilaksanakan oleh KPU.

Akibatnya, meski KPU menentang keputusan itu, KPU tidak bisa berbuat apa-apa.

Hari berganti hari, tiga pekan lamanya perdebatan soal terpidana percobaan berlangsung akhirnya berakhir antiklimaks.

Rapat terakhir pada Jumat (16/9) tidak juga membatalkan keputusan rapat Komisi II sebelumnya. Terpidana hukuman percobaan tetap diizinkan mengikuti pilkada.

Drama tiga pekan itu sekaligus menunjukkan dengan mudahnya kepentingan politik mengintervensi penyelenggaraan pemilihan.

KPU mau tidak mau ikut terjebak dalam keputusan yang diambil DPR dan pemerintah, tanpa peduli seaneh dan selemah apa pun keputusan itu.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan terkait isi Pasal 9A UU No 10/2016. Sebab, bukan tidak mungkin norma serupa itu akan kembali muncul di Rancangan Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang pemilu legislatif dan pemilu presiden yang akan segera dibahas dalam waktu dekat ini.

Jika itu sampai terjadi, bisa dibayangkan, betapa jauh lebih besar potensi kerusakan yang akan terjadi pada demokrasi kita.

(A Ponco Anggoro/Agnes Theodora)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com