Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prasetyo Minta Tim Gabungan Beberkan Bukti Dugaan Jaksa Peras Terdakwa Narkotika

Kompas.com - 16/09/2016, 14:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, informasi yang dibeberkan tim gabungan pencari fakta soal adanya oknum jaksa yang memeras terdakwa kasus narkoba perlu pembuktian lebih lanjut.

Tim gabungan bentukan Polri itu, sebelumnya menyatakan bahwa ada oknum jaksa yang memeras terdakwa agar mengubah pasal agar hukumannya diringankan.

"Saya hormati temuan mereka. Tapi kami ingin pembuktian untuk bisa menindak," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Prasetyo mengaku belum pernah mendengar informasi tersebut sebelumnya. Tim gabungan pun belum secara resmi menyampaikan temuan itu.

Prasetyo mengatakan, informasi tersebut diketahuinya dari media. Jika tim gabungan memiliki bukti yang menunjukkan kebenaran, Prasetyo akan menindak tegas oknum jaksa tersebut.

"Jika jaksa saya terlibat dengan jaringan narkoba, saya akan tindak tegas. Saya tidak main-main," kata Prasetyo.

Di samping fakta tersebut, Prasetyo malah menuding terpidana bernama Tedja yang mengaku diperas oleh jaksa telah berbohong untuk melindungi diri.

Menurut dia, bisa saja saat itu Tedja yang inisiatif menyuap jaksa, namun ditolak dan malah dijatuhi hukuman mati.

Putusan itu pun diperkuat di tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

"Yang menyidik bukan kejaksaan, tapi BNN atau polisi. Ada kemungkinan tidak, kejaksaan seenaknya mengubah pasal orang?" kata Prasetyo.

Sebelumnya, anggota tim gabungan pencari fakta bentukan Polri, Effendi Gazali mengatakan, Freddy Budiman menjadikan Tedja sebagai tumbal dengan menyuruhnya mengaku sebagai orang lain saat melakukan transaksi.

(Baca: Tim Gabungan Ungkap Ada Oknum Jaksa Peras Terdakwa yang Dijerumuskan Freddy Budiman)

Tedja pun ditangkap dan diproses secara hukum. Saat kasusnya naik ke persidangan, jaksa yang menuntutnya memeras Tedja.

Ia meminta sejumlah uang untuk mengubah pasal yang dikenakan. Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar Tedja merelakan istrinya untuk menemani oknum tersebut di ruang karoke.

"Karena jumlah yang dikasih tidak cukup, pasalnya tidak diubah. Malah orang ini dijatuhi hukuman mati," kata Effendi.

Tim gabungan mengaku tak menemukan adanya aliran dana dari Freddy ke pejabat Mabes Polri sebagaimana disampaikan Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar.

Dari 64 orang yang dimintai keterangan, tak ada satupun yang mengamini adanya aliran dana tersebut.

Begitupun bukti fisik seperti dokumen nota pembelaan, video testimoni, tak ada yang menyebutkan apa yang dicari tim gabungan.

Freddy merupakan bandar narkotika yang dieksekusi mati bersama tiga narapidana lain pada Jumat (29/7/2016). Dua hari setelah eksekusi, Haris Azhar menyebarkan cerita yang diklaimnya didapat dari Freddy.

Dalam tulisan berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" itu mengungkap bahwa oknum Polri, TNI, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bea Cukai terlibat dalam peredaran narkotika jaringan Freddy.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com