JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengatakan, tidak ada sistem pemilu yang sempurna.
Sistem proporsional terbuka atau tertutup dinilainya memiliki kekuatan dan kelemahan.
Hal itu disampaikan Juri menanggapi usulan peemerintah yang hendak mengombinasikan sistem proporsional terbuka dan tertutup dalam Pemilu Legislatif 2019 mendatang.
Juri menilai, penerapan sistem Pemilu 2019 seharusnya berhubungan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan konsolidasi demokrasi di Indonesia.
"Sistem pemilu itu nantinya akan menentukan sistem politik yang hendak dibangun oleh suatu negara. Makanya dalam menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, pemerintah dan DPR harus memahami masa depan politik seperti apa yang hendak dicapai," kata Juri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Selaku penyelenggara pemilu, KPU berharap sistem pemilu tak selalu berubah.
Perubahan sistem pada setiap penyelenggaraan pemilu menyulitkan penyelenggara dalam mempersiapkan teknis pemilu.
"Sebenarnya sebagai penyelenggara pemilu kami tidak berhak menentukan sistem mana yang hendak dipakai. Itu kami serahkan ke pemerintah dan DPR saja. Yang terpenting sistem yang digunakan sesuai dengan konteks dan tujuan," lanjut Juri.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, keputusan untuk mengusulkan sistem kombinasi diambil karena selama ini ada perdebatan.
Rakyat ingin agar pemilu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka seperti pada pileg 2004, 2009 dan 2014 lalu.
Sistem ini memungkinkan rakyat untuk memilih langsung sosok wakil rakyat di kertas suara.
Sementara, ada juga keinginan dari parpol agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup seperti sebelum 2004.
Dengan sistem ini, rakyat hanya memilih parpol di kertas suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.