JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung membenarkan adanya pertemuan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta, baru-baru ini.
Pramono tidak menjelaskan apa agenda pertemuan itu. Namun, dia tidak menampik bahwa salah satu topik pembicaraannya adalah Amnesti Pajak, kebijakan yang ditentang Muhammadiyah.
Pramono mengatakan, pemerintah memang sudah soyogyanya membuka komunikasi informal dengan kelompok-kelompok masyarakat yang menentang kebijakan pemerintah.
"Semua yang masih ragu-ragu dengan Tax Amnesty tentunya diyakinkan bahwa inilah salah satu program yang diyakini pemerintah adalah program yang baik," ujar Pramono di kantornya di Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Hal yang dijelaskan Sri kepada Muhammadiyah, pertama bahwa program Amnesti Pajak mampu meningkatkan basis pajak.
Program Amnesti Pajak diyakini mampu merangsang pendapatan negara melalui pajak.
Kedua, hal yang paling penting adalah uang tebusan dari harta wajib pajak yang dideklarasikan dan direpatriasi digunakan demi pembangunan negara. Hal tersebut diatur di dalam undang-undang.
"Orang-orang memarkir dananya di luar negeri dalam bentuk dana atau aset itu segera bisa dimanfaatkan untuk pembangunan di Indonesia," ujar Pramono.
Ketiga, Sri juga menjelaskan bahwa program Amnesti Pajak bukan ditujukan kepada wajib pajak kelas kecil dan menengah. Pemerintah memprioritaskan wajib pajak besar untuk mengikuti fasilitas Amnesti Pajak.
Wajib pajak kecil dan menengah memang bisa menggunakan fasilitas Amnesti Pajak. Namun, hal itu bukan menjadi prioritas pemerintah.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi massa besar, akan menggugat UU Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasan utamanya, program itu dinilai melenceng dari tujuan awal.
(baca: Muhammadiyah Bakal Gugat UU "Tax Amnesty" ke MK)
"Kebijakan ini melenceng dari tujuan, dan akan membebani masyarakat," tandas Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri, Minggu (28/8/2016).
PP Muhammadiyah menilai, tujuan tax amnesty adalah memberikan pengampunan ke para konglomerat yang memarkirkan dananya di luar negeri agar dapat dikembalikan ke dalam negeri.
"Kenyataanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini. Jika tidak ikut, kena sanksi," kata dia.