Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Sosial untuk Koruptor Dinilai Sulit Diterapkan

Kompas.com - 15/09/2016, 10:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial merupakan terobosan hukum.

Namun, menurut Supriyadi, KPK harus hati-hati dalam merumuskan ancaman pidana, terlebih dengan penggabungan perkara perdata dan pidana yang tercantum dalam Pasal 98 KUHAP.

Dalam kajian KPK, biaya sosial korupsi ini dapat dilakukan dengan penerapan penggabungan perkara pidana dan perdata melalui gugatan anti kerugian sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 98 KUHAP.

(Baca: Hukuman Biaya Sosial bagi Koruptor Diyakini Timbulkan Efek Jera)

Supriyadi mengatakan, Pasal 98 KUHAP justru tidak memadai untuk diterapkan dalam penanganan perkara korupsi sebab dalam rezim hukum pidana sekarang, sulit untuk merumuskan pidana implisit dan eksplisit.

Dia menjelaskan, salah satu asas yang terdapat dalam asas legalitas adalah lex certa. Artinya tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas.

"Inisiatif KPK bagus buat terobosan hukuman. Tapi harus hati-hati dalam merumuskan ancaman pidana, apalagi dengan penggabungan perkara melalui pasal 98. Susah merumuskan prinsip lex certa-nya, ancaman pidana harus pasti," ujar Supriyadi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016).

Supriyadi berpendapat, yang terpenting dilakukan saat ini dalam upaya penanganan kasus korupsi adalah dengan memiskinkan koruptor.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan memaksimalkan penerapan ancaman pidana denda dan uang pengganti beserta perampasan aset yang telah dikorupsi.

Dia menilai cara tersebut lebih memberi efek jera ketimbang menerapkan biaya sosial yang jumlahnya berada di luar kemampuan terpidana.

"Menurut saya yang penting direformasi adalah soal pidana uang pengganti plus perampasan aset korupsinya. Hal ini saja kita masih berat," ungkapnya.

Hal senada juga diutarakan peneliti hukum ICJR Erasmus Napitupulu.

Menurutnya gagasan untuk membebani koruptor dengan biaya sosial bisa menjadi tidak efektif apabila ancaman biaya yang dijatuhkan di atas kemampuan terpidana.

Ancaman pidana yang tinggi, kata Erasmus, tidak menimbulkan efek jera terhadap koruptor, oleh sebab itu ketentuan pemidanaan harus proporsional dengan tujuan pemidanaan yang jelas.

Dia memandang pengambilan seluruh aset hasil korupsi lebih mampu menimbulkan efek jera ketimbang harus membebankan biaya sosial atau denda di luar kemampuan terpidana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com