"Bu Mega atas dasar apa ujug-ujug merekrut Ahok. Logika saya sebagai peneliti, melihatnya runut saja. Ini tidak nyambung," tuturnya.
"Kayak orang mau bangun rumah kan enggak bisa sekaligus dibangun. Ini kok tidak ada langkah-langkah yang runtun tentang itu," kata dia.
Pendapat serupa diungkapkan pengamat politik dari Universitas Paramadina Jakarta, Hendri Satrio. Simbol-simbol politik yang ditunjukkan PDI-P serta Ketua Umum Megawati Soekarnoputri boleh jadi menunjukkan bahwa partai berideologi Pancasila dan marhaenisme itu tak akan mendukung Ahok.
Hendri mengatakan, hal itu salah satunya terlihat saat PDI-P memanggil sejumlah kepala daerah. Sebut saja Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, Wali Kota Pangkal Pinang Muhammad Irwansyah, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, hingga Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
(Baca: Partai Gerindra: Dukungan PDI-P Mengarah ke Ahok)
Megawati, lanjut Hendri, juga menyindir Ahok di beberapa kesempatan. Salah satunya pada pembukaan sekolah pemimpin daerah beberapa waktu lalu.
"Ada sentilan 'jangan jadi lupa terhadap partai pengusung'". Itu kan bisa juga jadi sentilan untuk Pak Ahok yang memang meninggalkan Gerindra," ujar juru bicara Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) itu.
Hendri juga menyebutkan soal singgungan Megawati terkait mahar politik dalam pilkada.
"Megawati keras sekali bilang, 'bilang dong Pak Ahok, yang fair. Jangan bicara mahar-mahar'," tutur Hendri menirukan pernyataan Megawati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.