Konsistensi
Tentunya butuh proses yang tak pendek untuk menuntaskan terorisme. Ini yang selalu digaungkan dalam kebijakan penanggulangan terorisme.
Penanganan terorisme di negeri kita sudah jelas sebagaimana yang menjadi kebijakan instansi garda depan, BNPT dengan mensyiarkan soft power dan hard power.
Model penanganan ini sejatinya sudah ideal dengan mempertimbangkan dan menyeimbangkan antara ketegasan dan kelembutan atau kemanusiaan. Melalui pendekatan ini, Indonesia dikenal sukses dalam penanggulangan terorisme.
Walaupun di sisi lain, ada yang pikir-pikir cemas karena hal ini bisa menjadi ”celah” untuk mudahnya membangun kelompok atau jaringan radikal serta aksi terorisme.
Menangani terorisme memang kompleks. Rasanya tak perlu menyodorkan teori. Bukan untuk menyederhanakan masalah.
Saya cukup pinjam ungkapan dari kenalan saya, ”Teroris itu sosok yang sudah kadung terpapar virus ’salah paham’ dan ’paham salah’.
Karena itu, pola penanganannya perlu menukik sampai pada hasil kesepahaman.”
Untuk mencapai kesepahaman yang lurus, tak perlu banyak teori yang canggih-canggih, tetapi perlu ada ”jiwa-jiwa lembut” dalam rangka mendekati napi atau mantan napi teroris serta keluarga dan jaringannya.
Ini perlu didukung kebijakan dan program yang konsisten serta kontinu. Tidak di tengah jalan ganti kebijakan.
Melawan teroris yang keras kepala,dibutuhkan”jiwa- jiwa yang telaten” dengan ditopang konsistensi kebijakan.
Ungkapan itu cukup membuat saya tersadarkan. Saya pernah baca, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mencuatkan istilah ”deradikalisasi humanis”.
Ini menyuratkan adanya arah yang lebih ”lembut” dalam pendekatan terhadap terorisme. Harapan saya, dengan kata-kata ”humanis”, tidak berhenti semata pada emblem ”kebijakan”, tetapi juga menjadi ”cantelan”secara moral- spiritual, terutama sekali bagi mereka yang terlibat dalam penanggulangan terorisme.
Salah satu ”inti” dari penanggulangan terorisme adalah deradikalisasi. Program deradikalisasi ini menyasar pada pelaku terorisme, keluarga, atau kerabat dekatnya dan juga jaringan.
Tujuannya agar proses deteksi dini dan pencegahan ideologi radikalisme dapat dilakukan secara lebih efektif.
Kebijakan ini diharapkan dapat memutus mata rantai kekerasan dan radikalisme yang berpotensi untuk tumbuh di lingkar inti pelaku terorisme, yaitu keluarga dan kerabat.