"Ini merugikan konstitusi jabatan saya untuk bekerja. Kalau pilkada berlangsung dua putaran, maka saya harus cuti paling tidak enam bulan. Bukan saya meminta Pak Majelis Hakim yang terhormat untuk tidak cuti kampanye, tapi saya terima konsekuensi tidak berkampanye kalau saya diizinkan boleh tidak cuti," kata Ahok.
Pada kesempatan itu, ia mengatakan, selama masa kampanye bertepatan dengan masa-masa penyusunan anggaran 2017.
Sedangkan masa berakhir jabatannya pada Oktober 2017 mendatang. Sehingga ia merasa merugi jika tidak ikut mengawasi penyusunan anggaran tersebut. Alasan itulah yang dijadikan Ahok untuk menggugat aturan tersebut.
"Pemohon siap dengan konsekuensi tersebut dengan tidak berkampanye. Pemohon berpendapat, aturan cuti ini telah melanggar hak pemohon sesuai Undang-Undang 1945 untuk mendapat pengakuan, jaminan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum," kata Ahok.
Ia berharap majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan gugatan dirinya.
"Pemohon menyatakan materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 ayat 3 bertentangan dengan UUD 45 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat," kata Ahok.
"Cuti adalah hak opsional yang dimiliki gubernur dan wagub pada tiap daerah, kalau hak cuti tidak digunakan, maka yang bersangkutan tidak boleh ikut kampanye pilkada. Mohon putusan yang seadil-adilnya," ujarnya.
(Baca juga: Ahok Jawab soal Kekhawatiran Penyalahgunaan Fasilitas Negara oleh Petahana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.