Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suratmi, Warga Eks Gafatar yang Keguguran Saat Dipaksa Angkat Kaki dari Kalbar

Kompas.com - 13/08/2016, 06:06 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pengusiran ribuan warga eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar) dari Mempawah, Kalimantan Barat, pada awal Januari 2016 lalu meninggalkan kisah pahit bagi Suratmi (44).

Suratmi sempat menuturkan peristiwa yang dia alami selama proses evakuasi paksa saat berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Jumat (12/8/2016) bersama beberapa warga eks Gafatar lainnya.

Menurutnya, warga eks Gafatar mengalami kekerasan dan diskriminsi saat pengusiran di Mempawah. Bahkan, Suratmi harus rela kehilangan anaknya yang masih berada di dalam kandungan.

Pada 5 November 2015, Suratmi bersama suami dan tiga anaknya memutuskan untuk pindah dari desanya di Indramayu ke Singkawang, Kalimantan Barat. Keluarga Suratmi menyewa rumah dan lahan untuk bercocok tanam.

Mereka mencoba mandiri secara pangan dengan menanam padi dan palawija. Namun, kejadian pengusiran di Mempawah membuat keluarga Suratmi juga harus meninggalkan Singkawang dan kembali ke Indramayu.

(Baca: Warga Eks Gafatar Tagih Janji Perlindungan ke Pemerintah)

Selama masa penampungan di kota Pontianak, Suratmi yang saat itu sedang hamil, hanya diberi makan mie instan dan sarden selama empat hari.

"Kami di sana diberi menu mie instan dan sarden. Semua instan sedangkan kami meninggalkan yang instan dan makan-makanan yang alami," ujar Suratmi.

Dari Pontianak, keluarga Suratmi diungsikan ke asrama haji Pondok Gede dan tinggal di sana selama tiga hari. Suratmi harus berdesak-desakan bersama 400 warga eks Gafatar lainnya dalam satu kapal. Setibanya di Pondok Gede, Suratmi mengalami keguguran.

"Saat di Pondok Gede saya mengalami keguguran. Saya lapor ke petugas kesehatan sempat dibawa ke puskesmas dan mau dirujuk di RS tapi tidak jadi karena kami semua akan dipindahkan lagi ke Cimahi," tutur Suratmi.

(Baca: Negara Lakukan Pembiaran terhadap Warga Eks Gafatar, Ini Bentuknya...)

Setelah di Cimahi, Suratmi pun tidak mendapatkan pelayanan dari pihak Kementerian Sosial. Tindakan kekerasan dan diskriminasi terus berlangsung hingga warga eks Gafatar kembali ke daerah asal.

Pada Januari lalu, Suratmi bersama suami dan tiga anaknya dikembalikan ke desa asalnya di Mekarjati, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. Namun sesampainya di sana, keluarga Suratmi tidak diperbolehkan tinggal kembali di Mekarjati oleh Kepala Desa.

Selain mengusir, Kepala Desa juga mencabut KTP milik Suratmi dan suaminya. Menurut penuturan Suratmi, Kepala Desa sempat memberikan uang Rp 400.000 sebagai modal untuk mencari rumah sewa di desa lain.

Suratmi pun memutuskan untuk tinggal di desa Kubang Gading yang letaknya bersebelahan dengan desa Mekarjati. Meski sudah pindah ke Kubang Gading, Suratmi sekeluarga tetap merasa tidak aman dan merasa tidak diterima oleh masyarakat sekitar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com