Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haris Azhar dan Cerita Freddy Budiman yang Berujung Tuduhan Pencemaran Nama Baik...

Kompas.com - 04/08/2016, 07:31 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

Haris mengatakan, nama oknum TNI, Polri, dan BNN yang terlibat bisnis haram itu sebenarnya bisa dilacak melalui buku registrasi dan Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di seluruh penjuru Lapas Nusakambangan.

Haris mendudukkan cerita Freddy itu sebagai petunjuk, bukan bukti.

Ia berharap, dari cerita itu, penegak hukum menelusurinya untuk menemukan bukti baru.

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanya sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.

(Baca: Dilaporkan Polisi, TNI, dan BNN ke Polisi, Ini Tanggapan Haris Azhar)

Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Cerita Freddy diragukan

Polri menganggap pesan berantai yang disebar Haris merugikan institusi.

Polisi menganggap apa yang diungkapkan Freddy hanya untuk lolos dari jerat hukuman mati.

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menilai, informasi yang diungkapkan Haris tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Selain itu, kata Tito, informasi tersebut tidak didukung dari sumber lain yang bisa mengonfirmasi keterangan Freddy.

"Seharusnya Haris melakukan kroscek ke sumber lain yang bisa mendukung pernyataan Freddy sebelum menyampaikannya ke publik. Kalau benar-benar didukung sumber informasi yang lain, baru oke," ujar Tito.

(Baca: Budi Waseso: Haris Azhar Harus Bertanggung Jawab)

Tito menjelaskan, dari sudut pandang kepolisian, sebuah keterangan bisa dipercaya apabila berasal dari sumber yang bisa dipercaya dan mendapat dukungan dari sumber-sumber lain.

Sumber tersebut, kata dia, harus dikenal sebagai orang yang selalu konsisten, benar, dapat dipercaya, dan belum pernah salah dalam memberikan keterangan.

Oleh karena itu, Tito menilai informasi yang disampaikan Freddy kepada Harris sangat diragukan kebenarannya.

Menurut dia, Freddy sebagai sumber informasi yang belum tentu kredibel. Informasi Freddy yang disampaikan kepada Haris, kata Tito, masuk dalam kategori F6.

Artinya, sumber diragukan dan belum ada konfirmasi pendukung yang berasal dari sumber lain.

Sementara itu, TNI melaporkan Haris karena mempertimbangkan dua hal.

Pertama, ingin mendapatkan kepastian hukum terkait kesaksian yang dibeberkan Haris melalui penyelidikan dan penyidikan.

Dari keterangan yang disampaikan Haris, untuk mengamankan upaya penyelundupan tersebut, narkoba dibawa dengan menggunakan kendaraan TNI yang dimiliki jenderal bintang dua.

Kedua, TNI ingin memberikan pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat agar memahami hukum dan berhati-hati menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Slamet Pribadi mengatakan, pernyataan Haris yang dinilai bermuatan tindak pidana itu sangat merugikan kredibilitas sejumlah institusi negara, BNN salah satunya.

Laporan tersebut merupakan laporan atas nama institusi BNN, bukan orang per orang.

Slamet juga memastikan, laporan tersebut telah dikoordinasikan dan disetujui Kepala BNN Komjen (Pol) Budi Waseso.

Kompas TV Ruhut: Para Bandar, Jago Sekali
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com