Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Sandera WNI di Filipina Selatan

Kompas.com - 04/07/2016, 05:20 WIB

Kelompok Abu Sayyaf atau di Filipina lazim disebut Abus mulai menyandera sejak April 2000. Lino Miani dalam buku "The Sulu Arms Market National Responses to Regional Problem" mengungkapkan, organisasi itu awalnya adalah kelompok teror yang melakukan 76 serangan dalam kurun 1991-1996 sebelum jadi organisasi kriminal pada 2000-an.

Sebagai organisasi kriminal, Abu Sayyaf Group (ASG) menjalankan penyanderaan, perdagangan senjata, dan narkoba. ASG berjejaring dengan organisasi kriminal dan teror Yakuza Jepang, Triad Hongkong, Malaysia, Indonesia, Iran, Irak, Sri Lanka, Palestina, Mesir, Chechnya, Uzbekistan, dan Yaman.

Penyanderaan pertama tercatat dilakukan di Pulau Sipadan- yang saat itu masih disengketakan Indonesia dan Malaysia pada April 2000 dengan sasaran 25 wisatawan.

Korban penculikan berasal dari sejumlah negara. Warga negara Barat menjadi sasaran utama karena dianggap menghasilkan uang besar bagi ASG.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Sepuluh sandera yang dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina mendengarkan penjelasan dari Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam acara serah terima dari Pemerintah Indonesia kepada keluarga di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/5).
Warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban pertama Abu Sayyaf dalam catatan Kompas adalah sembilan anak buah kapal (ABK) dari kapal tunda Christian yang diculik di perairan Laut Sulu akhir 2004 (Kompas, 21/9/2005). Tidak ada berita tentang pembebasan sembilan WNI tersebut.

Selanjutnya, penculikan tiga ABK kapal berbendera Malaysia yang disergap di perairan antara pantai timur Sabah dan sebelah barat Tawi-Tawi di Kepulauan Sulu pada 30 Maret 2005.

Ketika itu, politisi Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, tokoh pejuang Moro, Nur Misuari, memberikan jaminan keselamatan terhadap nyawa para WNI itu selama mereka masih berada di Pulau Sulu (Kompas, 1/6/2005).

Pemerintah Indonesia menolak membayar uang tebusan tiga juta ringgit Malaysia (setara Rp 7,5 miliar waktu itu). Para sandera adalah Erikson Hutagaol (23) asal Porsea, Sumatera Utara, Ahmad Resmiadi (32) asal Jakarta, dan Yamin Labuso (26) asal Ternate, Maluku Utara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com