Setelah interogasi selesai, delapan anggota Jemaat Ahmadiyah dibawa ke Polres. Mereka tidak diizinkan pulang. Jika memaksa pulang, Kapolsek mengaku tidak bertanggungjawab atas keselamatan mereka.
"Kalau kamu mau pulang harus tanda tangan surat pernyataan bahwa jika terjadi sesuatu pada kamu, kami tidak tanggung jawab. Kami tinggal bawa ambulan besok," cerita Mongisidi mengutip pernyataan Kapolsek.
Pukul 1.00, mereka kemudian dibawa ke Polres Lombok Timur. Namun, petugas jaga Polres menerima informasi dari Kapolsek bahwa mereka datang untuk mengamankan diri. Dengan demikian, segala keperluan mereka tidak ditanggung polisi.
Kepada petugas jaga, Monginsidi lalu membantah dan menyebut mereka sebenarnya diamankan polisi.
"Petugas jaga menelepon Kapolsek. Kapolsek datang lagi ke Polres dan marah-marah mengatakan bahwa kami memutar balik fakta," cerita dia.
Ia menambahkan, Kapolres sempat menemui muspida dan masyarakat Sambelia. Pada Jumat, delapan jemaat Ahmadiyah kemudian dibawa ke kantor bupati Lombok Timur.
Di sana, Kapolres menyampaikan bahwa jemaat Ahmadiyah tetap bisa diterima masyarakat. Namun, ada tiga tuntutan, yakni mubaligh diminta tidak datang ke desa, shalat tidak berjamaah, dan tidak ada pertemuan anggota Ahmadiyah.
"Itu sifatnya sementara. Kami terima. Kapolres sempat tekankan ke Camat Sambelia tentang SKB. Kapolres bilang SKB bukan pelarangan (ajaran Ahmadiyah), jangan disalahartikan," kata Mongisidi.
Pada Sabtu siang, delapan jemaat Ahmadiyah dipulangkan dari Polres dengan pengawalan polisi. Namun, mereka tidak diantar ke rumah, tapi ke Masjid Nurul Iman di Desa Bagik Manis.
Di Masjid itu sudah menunggu Kepala Desa Bagik Manis dan beberapa staf Desa, Danramil serta polisi dari Polsek Sambelia. Di sana, masalah kembali muncul yang bertolak belakang dengan hasil pertemuan di kantor Bupati.
Jemaat Ahmadiyah disodorkan surat pernyataan, salah satunya bersedia keluar dari Ahmadiyah. Mereka diminta menandatangani jika tetap ingin tinggal di Dusun Dasan Bagik.
Seluruh jemaat Ahmadiyah menolak. Atas penolakan tersebut, aparat desa menekankan tidak bertanggungjawab jika terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap mereka.
Akhirnya, mereka bersedia tandatangan, tetapi dengan mencoret poin keluar dari Ahmadiyah. Menurut Monginsidi, sebenarnya poin lain mengganggu pihaknya dalam menjalankan ibadah. Namun karena keadaan tertekan, pihaknya akhirnya menandatangani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.