JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais menilai, Brexit yang terjadi di Inggris harus diwaspadai sebagai gejala yang mungkin saja terjadi terhadap ASEAN, yang kini tengah menjalankan praktik yang sama berupa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Brexit jangan dilihat dari sudut pandang ekonomi saja yang efeknya langsung terasa di moneter dan fiskal. Kalau dari sudut pandang itu saja jelas tidak terasa, tetapi itu harus dipahami sebagai fenomena sosial, politik, dan kultural juga," ucap Hanafi saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/6/2016).
Hanafi menuturkan, Brexit merupakan titik kulminasi dari problem sosial dan politik di Inggris yang bisa pula dijadikan cermin di negara besar Eropa lainnya, seperti Belanda, Perancis, dan lainnya.
Hanafi memandang Brexit menjadi titik puncak keresahan dan kegelisahan sebagian masyarakat global sebagai efek dari berlangsungnya Uni Eropa (UE).
(Baca: Indonesia Siapkan Sejumlah Langkah Hadapi Dampak "Brexit")
"Yang paling dirasakan adalah kompetisi dengan para imigran yang masuk ke Inggris yang kemudian punya hak dan keuntungan yang sama. Itu membuat masyarakat Inggris sendiri terpinggirkan," tutur Hanafi.
Anak dari Amien Rais ini berpendapat, Brexit merupakan efek nyata dari konsep masyarakat dan negara yang semakin mengglobal, yang tergabung dalam sebuah region, layaknya UE. Dengan adanya integrasi negara ke dalam sebuah tata kelola pemerintahan regional, masuknya para imigran merupakan suatu hal yang tak terelakkan.
Hanafi pun menuturkan, hal itu nantinya menjadi tantangan bagi Indonesia yang juga tengah berada dalam sistem MEA. Dengan berjalannya MEA, migrasi penduduk untuk melakukan aktivitas ekonomi di belahan negara lain menjadi tak terhindarkan.
(Baca: Sebenarnya, Apa Saja Dampak "Brexit" Bagi Asia?)
Hal tersebut berpotensi memunculkan kesenjangan antara imigran dan penduduk asli, seperti yang terjadi di Inggris.
Seperti diberitakan sebelumnya, Inggris telah memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa (UE) setelah 43 tahun dalam referendum bersejarah, referendum Britain Exit (Brexit).
Rakyat Inggris yang memilih "keluar" atau 52 persen dengan perolehan suara sebanyak 17.410.742 orang, sedangkan yang memilih "bergabung" ada 48 persen dengan perolehan suara sebanyak 16.141.241 orang.