JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafi'i menilai, keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme memang tak bisa dihindari.
Menurut dia, ada kemungkinan aksi terorisme terjadi di luar yurisdiksi kepolisian.
Hal itu dikatakannya seusai rapat Pansus Revisi UU Tindak Pidana Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2016).
"Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme memang tidak bisa dipungkiri, karena fakta sejarah menunjukkan itu. Lalu, ada kemungkinan terorisme terjadi di luar yurisdiksi kepolisian," ujar Syafi'i.
Akan tetapi, ia menekankan, penyelesaiannya tidak bisa menggunakan pendekatan militer.
"Karena itu tindak pidana, maka di situ ada wilayah kepolisian, ada wilayah pengadilan, sehingga ada proses pembuktian terlebih dahulu sebelum mengeksekusi," kata Syafi'i.
Syafi'i juga berpendapat, dalam aspek penindakan boleh saja TNI dilibatkan secara aktif.
Untuk pengaturan wewenangnya, bisa didiskusikan lebih lanjut dengan Polri.
Namun, Syafi'i tak sepakat jika aspek pencegahan juga dilakukan oleh TNI.
"Kalau pencegahan sebisa mungkin harus dari sipil, terorisme ini kan salah satunya karena pemahaman agama yang keliru. Maka dilibatkan saja para rohaniawan, kalau pencegahan langsung militer bisa bertentangan dengan HAM yang sudah diatur pada pasal 28 UUD 1945," kata politisi Gerindra tersebut.
Hal senada disampaikan anggota Pansus Nasir Djamil. Menurut dia, yang terpenting dalam hal pemberantasan terorisme adalah koordinasi antarlembaga.
Dalam hal ini, antara TNI dan Polri.
"Yang jelas seharusnya proses eksekusi itu adanya setelah pengadilan, bukan saat penangkapan," kata Nasir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.