Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sutiyoso Nilai Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan Harus Diiringi Revisi UU Intelijen

Kompas.com - 16/06/2016, 13:30 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso menuturkan, pembentukan Badan Intelijen Pertahanan Kementerian Pertahanan sebetulnya tidak menyalahi aturan perundang-undangan.

Namun, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, kata Sutiyoso, disebutkan bahwa penyelenggara intelijen pertahanan adalah TNI, dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (BAIS).

Sutiyono menilai aturan dalam UU Intelijen Negara multitafsir. Sebab, dimungkinkan pula bagi kementerian untuk membentuk tim intelijen.

"Diperlukan atau tidak kan tergantung kementerian masing-masing. Tapi harus ada acuan undang-undang berikutnya atau merevisi undang-undang yang ada," kata Sutiyoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

Ia menjelaskan, BIN merupakan koordinator semua intelijen yang ada di Indonesia, baik di kepolisian, TNI, kejaksaan, maupun kementerian dan nonkementerian.

Di tingkat pusat, lanjut dia, terdapat Komite Intelejen Pusat (Kominpus) yang dipimpin langsung Kepala BIN. Sementara di tingkat daerah terdapat Komite Intelijen Daerah (Kominda) yang dipimpin Kepala BIN daerah.

Dalam UU disebutkan sedikitnya Kominpus melakukan rapat koordinasi sebulan sekali dan dapat dilakukan kapan saja jika dengan alasan mendesak. Dalam rapat tersebut, semua lembaga intelijen terwakili.

Dalam pasal lainnya, kata dia, disebutkan pula bahwa para peserta rapat wajib melaporkan ke pimpinan lembaga masing-masing.

"Mungkin dalam konteks ini merasa Kemenhan belum dapat informasi itu," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Meski mengaku belum pernah diajak oleh pihak Kementerian Pertahanan terkait rencana pembentukan badan tersebut, namun Sutiyoso mempersilakan jika Kemenhan tetap mau membentuk badan tersebut.

"Kalau diperlukan bentuk saja. Tapi kalau memang kebutuhannya sebenarnya sudah terakomodasi hanya kurang koordinasi, kita tingkatkan koordinasi itu," ujar Sutiyoso.

"Karena konsekuensi organisasi baru itu DSM, biaya, dan sebagainya," kata dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya TNI Widodo mengatakan bahwa wacana untuk membentuk badan intelijen pertahanan berawal dari kebutuhan Kementerian Pertahanan dalam membuat kebijakan.

Dalam membuat setiap kebijakan, kata Widodo, Kemenhan sangat membutuhkan data yang komprehensif.

Input data yang dibutuhkan oleh Kemenham tidak selalu soal kekuatan pertahanan dalam negeri dan negara lain, tetapi juga data mengenai semua sumber daya yang mendukung pertahanan.

Data-data tersebut antara lain menyangkut dalam bidang pangan, energi, industri maritim, dirgantara dan sumber daya manusia di daerah.

"Ini tak melulu soal kekuatan pertahanan kita atau negara sahabat, namun semua resources yang mendukung pertahanan. Itu didata untuk menyiapkann komponen pendukung dan cadangan kalau suatu saat negara ini dalam kondisi darurat," kata Widodo.

Kompas TV BIN Tahu Sinyalemen Teror sejak Akhir Tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com