Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Seharusnya Dihapuskan, Bukan Dikurangi Hukumannya

Kompas.com - 15/06/2016, 16:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Riset dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Asep Komarudin menilai, rencana pengurangan ancaman pidana pencemaran nama baik Pasal 27 ayat 3 dalam revisi Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tak sesuai harapan.

Menurut dia, yang selama ini didorong adalah penghapusan pasal tersebut karena berpotensi kriminalisasi dan mengancam proses demokrasi.

"Ya kalau cuma menurunkan ancaman pidananya itu tidak masuk dalam substansi. Justru yang kami harapkan dan pernah diusulkan adalah penghapusan pasal tersebut," ujar Asep saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/6/2016).

Selain kriminalisasi, kata Asep, pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE tumpang tindih dan tidak sinkron dengan peraturan perundang-undang lain, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini juga dalam proses revisi di DPR.

Meski pada bagian penjelasan draf RUU ITE disebutkan bahwa terkait pembuktian pencemaran nama baik harus merujuk pada KUHP, pembahasan revisi KUHP tidak lagi mengatur tindakan pencemaran nama baik dalam pasal 310 dan 311, melainkan pasal 514.

"Nah apakah mereka tahu kalau RUU KUHP sedang dibahas di DPR dan pasal pencemaran nama baik bukan di 310 lagi tapi di pasal 514? Nanti bagaimana aplikasinya jika KUHP sudah disahkan dan penjelasan UU ITE masih merujuk pada KUHP 310 dan 311," kata Asep.

Ia juga berpendapat, tindakan pencemaram nama baik seharusnya tidak perlu dikategorikan sebagai pelanggaran hukum berat sehingga tidak perlu diancam dengan pidana penjara.

Menurut riset yang pernah dilakukan oleh LBH Pers dan ICJR, dari ratusan putusan Mahkamah Agung (MA) atas kasus penghinaan dan pencemaran nama baik, tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak pernah ada yang mencapai ancaman pidana maksimal.

Asep mengatakan, rata-rata tuntutan yang diberikan hanya mencapai 1 tahun.

"Dari riset yang kami lakukan, menunjukkan tindakan ini bukan pelanggaran berat yang harus diancam dengan pidana penjara," kata dia.

Asep mengusulkan agar DPR memasukkan pasal pencemaran nama baik di dunia maya ke dalam KUHP agar tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi.

Sanksinya juga perlu diubah menjadi kerja sosial, bukan pidana penjara.

Pidana penara dinilai tidak berhasil mengembalikan nama baik seseorang yang sudah dicemarkan.

Hukuman di bawah 5 tahun

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengurangi hukuman perbuatan pencemaran nama baik yang diatur pada Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Namun, belum dipastikan durasi hukuman di bawah lima tahun itu.

Pemerintah dan DPR juga sepakat harus ada delik aduan kepada aparat hukum dalam penerapan UU ITE. Artinya, pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan harus melaporkan kepada penegak hukum. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Nasional
Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com