Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Ketua Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

pengagum jurnalisme | penikmat sastra | pecandu tawa riang keluarga

Liputan Pekerja Migran, Sebuah Tantangan untuk Pers Indonesia

Kompas.com - 14/06/2016, 08:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Salah satunya adalah istilah illegal migrant. Dalam sejumlah pemberitaan di Indonesia, istilah itu sering muncul dalam istilah “tenaga kerja ilegal”.

ILO mendorong agar pers tidak menggunakan istilah “ilegal”. Menurut organisasi tersebut, migrasi bukan tindakan ilegal karena setiap orang memiliki hak untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Selain itu, penggunaan istilah “ilegal” berpotensi untuk memunculkan konotasi kriminalitas. Padahal, menurut dokumen ILO, yang sebenarnya terjadi lebih mengarah kepada permasalahan administratif.

Sebagai gantinya, ILO dan organisasi yang berafiliasi menawarkan istilah undocumented migrant atau pekerja tanpa dokumen resmi.

Kemudian, istilah destination country juga lebih disarankan dari pada host country. Isitlah host country memberi kesan bahwa para pekerja hanya datang untuk menikmati sesuatu, padahal mereka memberikan kontribusi yang tidak kecil bagi negara tujuan.

Lalu, istilah domestic worker (pekerja domestik) juga dinilai lebih baik dibandingkan dengan istilah domestic helper (pembantu rumah tangga) dan maid. Istilah pekerja domestik dipilh karena memberikan kesan bahwa mereka yang menjalankan pekerjaan itu adalah pekerja yang memiliki hak yang sama dengan pekerja lain.

Panduan meliput

ILO terus mematangkan rancangan panduan liputan migrasi. Dalam pertemuan di Bangkok, kami berkesempatan untuk membedah draf panduan tersebut.

Pada intinya, rancangan Code of Conduct for Reporting on Migration tersebut memuat sepuluh pokok pikiran, yaitu:

1.    Media harus memberlakukan kebijakan editorial untuk menggunakan kata-kata yang tepat dan etis dalam memberitakan buruh migran. Untuk itu, Media-Friendly Glossary on Migration adalah rujukan yang relatif ideal.

2.    Media harus memberitakan segala yang terkait dengan migrasi secara berimbang dan berhati-hati. Selain itu, media juga harus menghindari generalisasi dan simplifikasi, serta sensasionalisme.

3.    Media harus melindungi pekerja migran yang bersedia berbicara. Bila perlu, media bisa menyamarkan identitas, jika narasumber meminta. Hal tersebut juga berlaku bagi keluarga para pekerja migran.

4.    Media harus berhati-hati dalam melakukan wawancara dan melaporkan berita yang berkaitan dengan anak-anak. Media harus memastikan bahwa wawancara tersebut dilakukan dalam pendampingan orang tua atau pendamping lainnya.

5.    Media harus melihat pekerja rumah tangga dan pekerja seks sebagai pekerjaan yang sah dan perlu diatur dengan Undang-undang.

6.    Media harus mengandalkan informasi dari para ahli dan organisasi yang mendalami isu-isu pekerja migran secara khusus untuk mendapatkan informasi yang tepat dan komprehensif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com