Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Pertimbangkan Ajukan "Judicial Review" UU Pilkada ke MK

Kompas.com - 06/06/2016, 05:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum tak menutup kemungkinan akan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait hasil revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.

Hal itu terkait pasal yang mengesankan bahwa KPU menjadi lembaga yang tak lagi mandiri dalam mengambil keputusan.

"Kalau memang akan membuat KPU tidak mandiri, tentu perlu di judicial review," kata Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, melalui pesan teks, Minggu (5/6/2016) malam.

KPU belum mengambil keputusan terkait hal tersebut sebab hasil revisi UU Pilkada baru akan mulai dibahas mulai hari ini, Senin (6/6/2016).

Pada Pasal 9 revisi UU tersebut, disebutkan bahwa tugas dan wewenang KPU adalah menyusun dan menetapkan peraturan KPU serta pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya mengikat.

Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menganggap bahwa sejumlah isu dalam revisi UU Pilkada menjadi hal menarik untuk dibahas di internal KPU, termasuk poin tentang kemandirian KPU.

"Soal kemandirian KPU, UUD 1945 tegas menyatakan bahwa KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kita bahas revisi dululah secara menyeluruh. Hasil revisi pun belum dapat," kata dia.

Komisi II DPR telah menyepakati untuk mengesahkan revisi UU Pilkada menjadi UU dalam sidang paripurna yang diwarnai perdebatan pada Kamis (2/6/2016).

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, setidaknya ada 17 poin substansi penting di dalam pembahasan revisi UU Pilkada.

"Melalui perdebatan yang panjang, pada akhirnya seluruh substansi dari RUU Pilkada ini dapat diselesaikan Komisi II dan pemerintah melalui musyawarah mufakat," kata Rambe saat sidang paripurna.

Sejumlah pihak menilai bahwa penyelenggara pemilu layak mengajukan uji materi ke MK terkait sejumlah pasal yang dinilai justru merupakan kemunduran dari penyelenggaraan Pilkada.

Peneliti Senior Para Syndicate Toto Sugiarto berpendapat bahwa UU Pilkada tersebut justru menumpulkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meski kewenangan Bawaslu ditingkatkan dengan bisa menjatuhkan sanksi administratif berupa diskualifikasi pasangan calon kepala daerah, namun di sisi lain politik uang dilegalkan.

"Artinya Bawaslu mendapat kewenangan kosong karena yang akan diberi sanksi sudah dilegalkan," ujar Toto di Kantor Para Syndicate, Jumat (3/6/2016).

Adapun dalam Pasal 73 disebutkan bahwa calon dan atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih.

Pada bagian penjelasan, yang tidak termasuk memberikan uang atau materi lain itu meliputi pemberian biaya kampanye, biaya transportasi peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lain berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan peraturan KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com