JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengataman, hingga saat ini DPR RI belum menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota lantaran sejumlah poin yang masih diperdebatkan.
Salah satunya, yakni soal kewajiban anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk mengundurkan diri ketika mencalonkan diri jadi kepala daerah.
"Kalau yang lama itu kan semua anggota dewan itu DPR, DPRD, DPD itu harus mundur. Kami mengusulkan cukup cuti enam bulan," ujar Riza di Jakarta, Minggu (22/5/2016).
Riza mengatakan, usulan cuti itu karena mereka pun telah mengorbankan jabatan sebelumnya, seperti pegawai negeri sipil, polisi, tentara, atau pejabat BUMN, untuk menjadi anggota dewan.
Terlebih lagi dalam UU MD3 tidak mengatur pengunduran diri bagi anggota DPR/DPD/DPRD yang akan mengikuti Pilkada.
Sementara TNI, Polri, dan PNS memiliki aturan internal bahwa mereka harus melepaskan diri dari institusinya untuk mengikuti Pilkada.
"Karena aparat TNI dan Polri aparat penegak hukum. Dia juga bertugas sebagai penyidikan menjaga keamanan proses pilkada, jadi tidak baik kalau sebagai pengawas dan peserta juga," kata Riza.
Selain itu, ada pula perdebatan soal pembiayaan Pilkada. Pemerintah mengusulkan pembiayaan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara DPR ingin biaya dibebankan ke APBN. Meski begitu, Riza meyakini pembahasan akan final tak lama lagi.
"Secara umum sudah selesai, tinggal kita menyisir ulang pasal-pasal pada undang-undang yang ada, dan mempertegas atas keputusan yang ada," kata Riza.
"Insya Allah akhir bulan ini kita sepakat akan kita selesaikan. Sehingga pada awal Juni, antara 1 sampai 4 Juni bisa diparipurnakan," lanjut dia.
Pada praktik Pilkada sebelumnya, banyak anggota Dewan takut maju Pilkada serentak 2015. Pasalnya, jika kalah, mereka tidak bisa kembali sebagai anggota legislatif.
Mereka kemudian mendorong agar bisa diberikan cuti melalui revisi UU Pilkada yang tengah dibahas DPR dan pemerintah.
Sementara pemerintah, melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa pemerintah berpegang teguh pada putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam putusannya, MK mewajibkan anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk mundur jika mencalonkan diri menjadi kepala daerah.