Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto, Si "Licin" Penuh Kontroversi Pemimpin Baru Partai Golkar

Kompas.com - 17/05/2016, 08:16 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Setya Novanto akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar untuk periode 2014-2019 di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/5/2016) pagi. Sosok Novanto terbilang kontroversial saat menyatakan diri maju dalam bursa calon ketua umum Partai Golkar.

Banyak pro dan kontra yang mengiringi perjalanan Novanto meraih kursi Golkar 1 itu. Kontroversi ini tak lepas dari jejak rekam Novanto yang penuh "duri". Persoalan etika hingga hukum mewarnai perjalanan karier Novanto di dunia politik.

Meski demikian, Novanto belum pernah dinyatakan bersalah dalam kasus hukum apa pun. Itulah kemudian banyak yang menyebutnya sebagai "The Untouchable".

Kontroversi Setya Novanto yang paling menyita perhatian adalah kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia. Kasus ini telah membuat marah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

(Baca: Jokowi: Tak Apa Saya Dibilang "Koppig", tetapi kalau Sudah Meminta Saham, Tak Bisa!)

Novanto juga sering bolak-balik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi karena namanya disebut dalam berbagai kasus, seperti korupsi e-KTP, suap Ketua MK Akil Mochtar, hingga kasus PON Riau.

Tak hanya itu, Novanto juga sempat membuat heboh publik tatkala hadir dalam kampanye bakal calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump.

Berikut daftar kontroversi yang membayangi langkah sang politisi yang dikenal tenang, licin, tetapi memiliki jaringan kuat, baik di internal partai maupun di pemerintahan ini:

1. Kasus "Papa minta saham"

Kasus ini awalnya ditangani oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berdasarkan aduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

Sebuah rekaman yang berisi percakapan Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin membuat Presiden Jokowi marah.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Presiden Joko Widodo mengungkapkan kemarahannya saat menjawab pertanyaan wartawan terkait pencatutan nama Presiden dalam permintaan saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (7/12/2015). Presiden menilai bahwa tindakan itu melanggar kepatutan, kepantasan, moralitas dan wibawa negara.
Rekaman menunjukkan Novanto dan Riza meminta saham kepada Maroef. Keterangan dari Sudirman, Maroef, dan Novanto juga sudah didengarkan dalam sidang MKD.

(Baca: Akhiri Kisruh Papa Minta Saham, Setya Novanto Mundur)

Sebanyak 17 anggota MKD menyatakan Novanto melanggar kode etik. Menjelang MKD menjatuhkan vonis, Novanto langsung mengambil langkah cepat mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR.

Dengan pengunduran diri itu, MKD langsung menutup sidang dan menganggap kasus selesai tanpa ada putusan resmi yang dikeluarkan lembaga etik DPR ini.

(Baca: Terseret Kasus Pemufakatan Jahat, Setya Novanto Tetap Calonkan Diri Jadi Ketum Golkar)

Kasus "Papa Minta Saham" ini juga masuk dalam ranah penyelidikan Kejaksaan Agung dengan dugaan pidana pemufakatan jahat. Novanto juga sudah sempat diperiksa oleh Kejagung.

Akan tetapi, kasus itu kini mandek setelah Kejagung tidak berhasil mendapatkan keterangan dari Riza Chalid yang tidak diketahui keberadaannya itu.

Selanjutnya: Heboh Kampanye Donald Trump

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com