JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Mahasiswa Univeritas Trisakti Reza Rahman, mengatakan selama 18 tahun tragedi berdarah 12 Mei 1998 belum terselesaikan, maka para mahasiswa dan keluarga korban masih akan tetap menuntut ketegasan pemerintah.
Tuntutan mereka tetap sama dari tahun ke tahun yakni segera membentuk peradilan HAM dan memperhatikan kesejahteraan keluarga korban.
"Kami harapkan 18 tahun tragedi ini bukan hanya sekedar seremonial, melainkan menuntut ketegasan pemerintah dalam menuntaskan kasus tragedi Trisakti," ujar Reza saat ditemui di kantor Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Trisakti, Kamis (12/5/2015).
Menurut dia, saat kampanye lalu, Presiden Jokowi telah berjanji untuk menyelesaikan kasus ini. Oleh karena itu, seluruh mahasiswa akan bergerak menuju Istana Negara guna menuntut penyelesaian Tragedi Trisakti sampai tuntas.
(Baca: Mahasiswa Trisakti Gelar Aksi Peringatan 18 Tahun "Tragedi Mei" di Depan Kampus)
"Kami menuntut agar Presiden segera membuat peradilan HAM dan memperhatikan kesejahteraan keluarga korban," ujar dia.
Selama ini penyelesaian kasus ini seperti dilempar ke berbagai pihak oleh pemerintah. Padahal, kasus ini adalah kasus pelanggaran HAM berat.
"Kami minta Presiden, tapi katanya sudah di kejaksaan. Sampai di kejaksaan malah 'dipimpong' sampai saat ini belum ada kejelasan lagi," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga belum pernah memberikan santunan keluarga korban tragedi Trisakti.
(Baca: Ajukan 4 Tuntutan untuk Jokowi, Mahasiswa Trisakti Aksi di Istana)
"Selama ini, keluarga korban hanya tersantuni oleh kami (Trisakti). Pemerintah sendiri belum pernah ada bantuan yang diberikan. Padahal, ada satu janda tua (Bunda Karsiah) yang hidup seorang diri karena suaminya telah meninggal dan anaknya telah menjadi korban tragedi 12 Mei 1998 Trisakti," ungkap Reza.
Adapun empat mahasiswa Trisakti yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 adalah Mulia Lesmana (Fakultas Artistektur, angkatan 1996), Heri Herianti (Fakultas Tekni Industri, angakatan 1995), Hendriawan Sie (Fakultas ekonomi, angakatan 1996), dan Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil, angkatan 1995).
Mereka meninggal akibat peluru tajam yang ditembakan aparat keamanan yang berada di jalan layang Grogol 18 tahun lalu.