Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Gambar Palu Arit, Kuntilanak yang Mencederai Akal Sehat Kita

Kompas.com - 11/05/2016, 13:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Narasi versi negara tersebut termuat dalam buku-buku pelajaran sekolah. Di zaman Orde Baru, anak-anak sekolah diwajibkan menonton film G30S/PKI saat film itu pertamakali diputar di bioskop. Film ini terus diputar di televisi setiap tanggal 30 September.

Apakah betul begitu cerita tentang peristiwa 30 September? Tidak sependapat dengan versi pemerintah bukan sebuah "dosa".

Sejarah yang gelap

Benedict Anderson dan Ruth McVey, Indonesianis Cornell University, Amerika, menuturkan kisah lain. Studi akademik yang tertuang dalam buku A Preliminary Analysis of The October 1, 1965: Coup in Indonesia  yang dikenal sebagai Cornell's Paper itu  menyimpulkan, PKI sama sekali tidak terlibat dalam peristwa itu. Malah disebut, PKI dan Presiden Soekarno adalah korban. 

Menurut studi tersebut, peristiwa 65 meletus sebagai dampak persoalan internal yang terjadi di Angkatan Darat. Pemicunya adalah kesenjangan sosial antara pimpinan tentara di daerah dan mereka yang berada dekat dengan pusat kekuasaan.

Ada pula versi lain yaitu dua penelusuran yang dilakukan John Hughes dan Antonie Dake.

Hughes adalah seorang wartawan Amerika yang memenangkan Pulitzer atas liputannya tentang Indonesia. Ia menulis buku The End of Soekarno.  Sementara, penulis asal Belanda menulis The Sukarno File, 1965-1967: Chronology of a Defeat. Buku yang disebut terakhir dapat Anda unduh gratis di internet. 

Keduanya menuding Soekarno sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Menurut mereka, Soekarno memberi restu kepada Untung untuk melakukan Gerakan 30 September. Keluarga Soekarno marah atas tudingan itu.

Ada pula versi lain yang menyebut keterlibatan badan intelijen Amerika (CIA) di balik peristiwa 65. Pandangan ini dikemukakan Bradley Simpson, sejarawan Princeton University dalam makalahnya The International Dimensions of the Mass Killings in Indonesia, 1965-1966. Dia mengunggah makalahnya di situs academia.edu. Bisa diunduh gratis. 

Menurut Simpson, dalam peta geopolitik global saat itu ketika dua ideologi besar dunia yaitu komunisme dan demokrasi tengah saling berebut pengaruh, Amerika punya kepentingan agar Indonesia tidak jatuh dalam ideologi komunisme. Amerika punya kepentingan ekonomi atas Indonesia.

Apa artinya beragam studi tersebut? Artinya, peristiwa 65 tidak sepenuhnya terang benderang. Ada kebenaran yang gelap dan tidak terlihat yang hingga sekarang menyisakan tanya.

Tragedi kemanusiaan

Satu-satunya kepastian yang bisa kenang, dan itu menjadi luka bangsa, adalah terjadi konflik horisontal yang luar biasa dahsyat pasca-30 September.

Sebuah tragedi kemanusiaan, pembunuhan atas ribuan, ratusan ribu, atau malah jutaan orang di Indonesia. Soal angka ini pun terus diperdebatkan hingga kini. Negara melalui aparatnya terlibat dalam pembunuhan tersebut.

Lebih dari itu, kepastian lain yang menyisakan luka adalah rentang panjang diskriminasi sosial sepanjang 32 tahun kekuasaan orde baru.

Diskriminasi sosial ini merupakan produk hukum resmi negara membentuk lembaga Litsus dan Bakorstanas melalui Keputusan Presiden. Korbannya adalah warga negara Indonesia yang tidak mengerti, apalagi terlibat, dalam Gerakan 30 September. Baca: Pak Luhut dan Pak Sintong, Korban 1965 Bukan soal Angka, Melainkan soal Manusia. 

Tulisan ini tidak bermaksud mengamini tumbuh suburnya ideologi Marxisme /Komunisme/ Leninisme yang dalam sejarah dunia terbukti gagal dan bangkrut. Hanya orang tidak waras yang masih mempertaruhkan nyawanya untuk memperjuangkan ideologi ini.

Ketetapan negara dalam bentuk produk hukum TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan UU No. 27 Tahun 199 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara patut dihargai.

Tulisan ini ingin mengkritik akal sehat negara dan sebagian masyarakatnya dalam menerapkan produk hukum itu.

- Karl Marx (kiri) dan Lenin (kanan).
Marx dan Lenin

Apa yang diharapkan dari sebuah ideologi yang terbukti gagal? Pula, alasan rasional apa yang melatarbelakangi ketakutan kita atas ideologi yang bangkrut itu?

Demokrasi dan kapitalisme dengan segala kritiknya jauh lebih nyaman dan melenakan dibanding komunisme. 

Cerita tentang gerakan komunisme dunia berangkat dari gagasan Karl Marx yang mengklaim telah menemukan hukum-hukum perkembangan masyarakat dan membuka rahasia perekonomian kapitalis.

Sejatinya komunisme tidak sama dengan Marxisme. Awalnya, komunisme adalah sebuah cita-cita utopis atas suatu bentuk masyarakat yang tidak memiliki hak pribadi. Semua dimiliki bersama. (Adakah yang rela?).

Sementara, Marxisme adalah pembakuan atas gagasan-gagasan Marx tentang sistem masyarakat. Menurut Marx, karena beragam kontradiksi dalam sistem kapitas lahirlah kelas yang disebut proletariat, sebuah kelompok masyarakat yang tidak memiliki alat-alat produksi.

Watak dari kelas yang memiliki alat produksi atau pemilik modal (pemilik pabrik misalnya) adalah menindas mereka yang tidak memiliki alat produksi (buruh atau kaum pekerja).

Marx meramalkan, adalah keniscayaan sejarah bahwa suatu saat kelas ini akan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas karena tertekan oleh watak penindasan kaum pemilik alat produksi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com