Di tangan Vladimir Ilyich Ulyanov yang populer dikenal sebagai Lenin, komunisme atau juga disebut komunisme internasional menjadi sebuah gerakan, kekuatan politik, dan ideologi partai-partai komunis di seluruh dunia. Marxisme merupakan salah satu komponen dalam ajaran komunis yang juga dikenal sebagai Marxisme Leninisme.
Ini bagian pentingnya: baik Marx dan Lenin membayangkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, gemah ripah loh jinawi, adil dan makmur. Bagi mereka, masyarakat dalam struktur kelas adalah salah satu biang keladi tidak tercapainya kesejahteraan.
Lenin kemudian mewujudkan "ramalan" Marx menjadi nyata ketika melakukan revolusi Oktober 1917 dan merebut kekuasaan di Russia. Dengan tangan besi, Lenin membangun suatu masyarakat yang benar-baru baru.
Kekuasaan di bawah Lenin menghapus kepemilikan pribadi atas semua bank, menutup semua usaha produktif dan pasar.
Ia juga memusnahkan kelas bangsawan, membagi-bagikan tanah kepada para petani untuk kemudian mengubahnya menjadi koperasi negara yang menimbulkan perlawan sengit dari petani, dan mematahkan dominasi insitusi agama. Segala perlawanan atas kebijakan negara ditumpas. Lima juta orang mati dalam tiga tahun.
Pasca-revolusi Oktober, Russia yang kemudian berubah nama menjadi Uni Soviet menjadi pusat komunisme internasional yang terus berupaya mengembangkan pengaruhnya di dunia dan berhadap-hadapan dengan Amerika Serika yang mengusung paham demokrasi dan kapitalisme.
Franz Magnis Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafatn (STF) Driyarkara yang menulis buku "Dalam Bayangan Lenin" menyebut, di puncak kejayaannya, komunisme membawahi sepertiga umat manusia, dari pesisir barat Samudera Pasifik sampai ke Sungai Elbe, dari Lingkaran Kutub Utara sampai ke Himalaya dan Kaukasus, bahkan sampai ke Laut Merah dan Selatan Afrika.
Sedikit soal Franz Magnis. Ia pernah dicap PKI oleh sekelompok orang hanya karena menulis buku "Pemikiran Karl Marx". Ia didemo. Bukunya dibakar.
Pada Franz Magnis selayaknya disematkan ucapan terima kasih karena berani secara sembunyi-sembunyi di masa orde baru mengajar soal Marxisme di kelas yang dia ampu di STF Driyarkara. Gagasan Marx didiskusikan dan dikritisi secara terbuka.
Justru keterbukaan seperti itulah yang melahirkan perilaku waras yang tidak mencederai akal sehat kita. Mencap Franz Magnis sebagai PKI hanya karena mengajar dan menulis soal Marxisme adalah kedunguan luar biasa. Mempelajari sesuatu berbeda dengan menganutnya.
Kegagalan komunisme
Kembali pada komunisme, pertanyaannya kemudian, apakah cita-cita akan masyarakat yang adil makmur itu terwujud dalam sisitem pemerintahan komunis?
Tidak. Eksperimen terbesar dalam sejarah umat manusia untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam paham komunisme gagal total. Kesejahteraan tak mewujud.
Dalam bukunya Franz Magnis mencatat, lebih dari 100 juta orang mati sebagai korban komunisme dalam rentang waktu 62 tahun (1917 sampai kejatuhan rezim Khmer Merah di Kamboja 1979), 20 juta di antaranya di Uni Soviet, 15 juta dari angka 20 juta itu terjadi di bawah pemerintahan Stalin yang meneruskan kekuasaan Lenin.
Yang terjadi adalah sebuah ironi. Tragedi kemanusiaan tak terperi di abad 20 itu terjadi atas nama ideologi yang dicita-citakan membawa kebebasan dan kebahagiaan umat manusia.
9 November 1989 tembok Berlin yang memisahkan Jerman Timur dan Jerman Barat runtuh, menandai berakhirnya rezim komunis Jerman Timur dan reunifikasi Jerman setahun kemudian.
Goncangan besar terhadap komunisme internasional terjadi pada 1991 ketika Uni Soviet meninggal dalam tenang. Negeri adidaya itu runtuh, porak poranda.
Hanya sejumlah kecil negara di dunia yang masih melandaskan dirinya pada ideologi komunisme, di antaranya Korea Utara, China, Kuba, dan Vietnam. China meski berbentuk komunis dan peran negara begitu kuat di sana, praktiknya sangat kapitalis.
Sulit sekali membayangkan ideologi komunisme yang serba tertutup itu bisa kembali hidup di tengah peta politik dan ekonomi antarnegara yang saat ini saling kait mengkait dengan begitu kuat.
Pertanyaan yang muncul, bagaimana bisa terjadi, "gagasan mulia" menyejahterakan manusia bisa jatuh pada bentuk negara yang demikian totaliternya dan merampas hak-hak dasar manusia pada negara-negara komunis?
Bagaimana masyarakat bisa mencari jawab atas pertanyaan itu jika buku-buku yang berupaya menjelaskan kisah komunisme dirazia pak tentara, diskusi dibubarkan, segala pembicaraan soal ini di ruang publik ditutup paksa semata-mata karena aparat negara kita tidak bisa membedakan antara mempelajari dan menganut?
Bapak tentara yang terhormat, aparat negara tercinta, dan Bapak Jokowi terkasih, komunisme memang sungguh tak layak dianut.
Untuk menunjukkan bahwa komunisme itu tidak layak dianut bukan dengan phobia menghadapi gambar palu arit dan menutup mata publik atas cerita tersembunyi peristiwa 1965, tapi justru membuka ruang seluas-luasnya agar masyarakat bisa berkenalan, berdiskusi, dan mengkritisi apa itu komunisme.
Negara seharusnya memberi jaminan pada masyarakat agar diskusi dan pemutaran film seputar soal-soal ini berlangsung secara aman tanpa intimidasi pembubaran. Yang harus dibela polisi adalah diskursus terbuka di ruang-ruang publik, bukan kelompok masyarakat yang ingin membubarkan ruang-ruang diskursus itu.
Pembodohan tidak pernah memajukan sebuah bangsa. Cara melawan pembodohan adalah memenuhi hak masyarakat atas informasi. Seperti kata Franz Magnis di atas, cara melawan komunisme adalah mengetahuinya, bukan menyembunyikannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.