JAKARTA, KOMPAS.com — Kehadiran Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto pada bursa pencalonan ketua umum di Munaslub Partai Golkar diyakini hanya akan menjadi pemecah suara. Hal itu dikatakan pengamat politik LIPI, Siti Zuhro, saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (3/5/2016).
Dalam setiap kontes, menurut dia, wajar jika ada upaya untuk memecah suara demi menguntungkan salah seorang kandidat.
"Pastinya sebelum ada munas, ada lobi, ada perbincangan dulu. Biasanya politik kan gitu," kata dia.
Sejauh yang terpantau media, baru Ade Komarudin yang kedapatan "sowan" ke Keluarga Cendana.
Tim sukses Ade, Bambang Soesatyo, bahkan mengklaim, Tommy akan mendukungnya saat munaslub. Namun, belakangan, nama Tommy justru masuk ke dalam bursa pencalonan.
(Baca: Tommy Soeharto Ajukan Diri sebagai Caketum Golkar)
Siti melihat, pengaruh Keluarga Cendana di Partai Golkar sudah tak sebesar seperti era Orde Baru. Hal itu disebabkan adanya transformasi sosial dan transformasi politik di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Sebaliknya, Golkar membutuhkan sosok yang sudah malang melintang di Golkar, bagaimana memahami nilai-nilai ke-Golkar-an, nilai-nilai baru yang diharapkan eksternal dapat meminimalkan penggunaan politik uang," ujarnya.
Golkar, kata dia, seharusnya dapat menjadi role model bagi parpol lain dalam menjalankan politik yang lebih dewasa.
(Baca: Timses Novanto: Yang Penting Dukungan Daerah, Bukan Tommy Soeharto)
Munaslub Partai Golkar yang akan diselenggarakan di Bali pada 23-26 Mei mendatang haruslah menjadi ajang rekonsiliasi final pasca-konflik yang terjadi selama 1,5 tahun terakhir ini.
Jika Golkar kembali salah memilih pemimpin, ia khawatir, munaslub mendatang justru hanya akan menimbulkan friksi baru di internal.
"Boro-boro bangkit nantinya, justru hanya akan menimbulkan masalah baru bahkan distrust public," ujarnya.