Dengan demikian, mempersulit pintu calon perseorangan sama saja mempersulit orang parpol sendiri.
Parpol yang berupaya mempersulit pintu calon perseorangan sama saja berupaya menutup pintu kemungkinan bagi kader-kadernya yang ingin maju pilkada, tetapi terhambat karena masalah internal parpol.
Bagi rakyat, memperberat syarat dukungan bagi calon perseorangan adalah merugikan karena akan mempersempit pintu bagi masuknya alternatif calon. Rakyat tidak memiliki alternatif calon yang memadai atau representatif bagi mereka.
Bagi negara dan bangsa, keinginan ini merugikan karena menghilangkan kemungkinan diperolehnya alternatif pemimpin yang bisa membawa negara pada kemajuan. Politisi Senayan harus mempertimbangkan hal ini, tidak semata-mata berhitung perebutan kekuasaan.
Keadilan yang tak adil
Alasan dari kehendak menaikkan syarat dukungan ini adalah untuk terwujudnya keadilan. Mereka membandingkan syarat dukungan bagi calon perseorangan dengan syarat partai politik/gabungan partai untuk mengusung calon, yakni 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pada pemilu terakhir di daerah itu.
Mereka berkilah, perbedaan angka persyaratan adalah tidak adil.
Politisi Senayan salah dalam menilai hal itu. Keadilan itu tidak dilihat dari kesamaan angka persentasenya, melainkan juga harus mempertimbangkan aspek lain.
Bagi calon yang diusung partai politik, angka 20 persen kursi atau 25 persen suara itu adalah angka yang sudah dimiliki parpol/gabungan parpol. Tak perlu ada upaya mendapatkannya dari bawah, dari rakyat.
Sementara bagi calon perseorangan, angka 6,5-10 persen dukungan tersebut adalah angka yang harus diperjuangkan dari rakyat langsung, yang dibuktikan dengan diperolehnya fotokopi KTP pemilih. Angka itu adalah angka yang belum di tangan.
Jika berbicara masalah keadilan dalam hal syarat dukungan ini, mesti dilihat dari tingkat kesulitannya, upaya-upaya untuk meraih itu.
Parpol yang telah meraih angka syarat minimal tak perlu bekerja apa pun untuk memenuhinya. Pasangan calon tinggal melenggang. Parpol yang belum memenuhi syarat minimal tinggal melirik "kiri-kanan".
Adakah parpol lain yang berminat bekerja sama dalam mengusung calon yang sama. Sementara bagi calon perseorangan, angka batas minimal dukungan itu benar-benar harus diperoleh dari rakyat satu per satu. Diperlukan perjuangan dan kerja keras untuk sampai pada batas minimal.
Dengan demikian, adalah bijaksana jika gagasan menaikkan syarat dukungan calon perseorangan dipikirkan ulang.
Alih-alih memperberat syarat dukungan dari satu jalur pencalonan, DPR lebih baik memikirkan bagaimana meringankan syarat pencalonan, baik bagi calon perseorangan maupun bagi calon dari parpol.
Toto Sugiarto
Ketua Departemen Riset dan Consulting PARA Syndicate