Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikan Membusuk dari Bagian Kepala

Kompas.com - 24/04/2016, 09:36 WIB

Oleh: M Subhan SD

Buya Syafii Maarif, seperti biasa, bersuara keras. "Kalau membuat perusahaan di luar negeri untuk menghindari pajak, itu yang tidak bermoral," ujar mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu sepekan silam.

Buya Syafii tampak geregetan setelah skandal Panama Papers dibongkar Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ).

Banyak tokoh dunia tercantum di dokumen yang dibuat firma Mossack Fonseca itu, termasuk ribuan orang Indonesia. Ada pemimpin negara, pejabat pemerintah, politisi, pengusaha, pesohor, dan profesi lain.

Mereka menyimpan kekayaan di negara-negara suaka pajak (tax haven) untuk menghindari pajak di dalam negeri atau cuci uang.

Beberapa pemimpin negara akhirnya mundur setelah dokumen terbongkar. Perdana Menteri Eslandia Sigmundur David Gunnlaugsson menjadi pemimpin negara pertama yang mundur, 5 April lalu.

Lalu Menteri Industri, Energi, dan Pariwisata Spanyol Jose Manuel Soria mundur pada 16 April. Ia memilih mundur untuk menghindari dampak kerusakan lebih besar bagi kabinet.

Bahkan pejabat senior organisasi sepak bola dunia FIFA, Juan Pedro Damiani, juga mundur dari komite etik setelah namanya tercantum dalam skandal Panama Papers, 6 April.

Di Indonesia, kabarnya ada ratusan hingga ribuan nama yang tercantum di Panama Papers. Beberapa nama telah menjadi perbincangan publik.

Ada menteri, politisi, dan pengusaha. Namun, yang paling santer adalah nama Ketua BPK Harry Azhar Azis, yang mantan politisi Partai Golkar di Komisi XI DPR (2009-2014).

Harry bahkan merasa perlu memberi klarifikasi kepada Presiden Joko Widodo dan Direktorat Jenderal Pajak.

Karena penghasilan dari perusahaan itu diakui tidak ada (Rp 0), ia tak merasa harus melaporkan ke Ditjen Pajak juga dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Namun, LHKPN terakhir yang dilaporkan pun, menurut KPK, pada 2010. Jadi, saat menjadi Ketua BPK tahun 2014, ia belum membuat LHKPN.

Indonesia berbeda dengan Eslandia atau Spanyol. Apalagi dibanding orang Jepang yang berani mundur sampai tradisi lama bunuh diri seppuku sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa malu.

Di negara kita ini, jangankan kasus penghindar pajak, sudah jelas-jelas terbukti korupsi saja masih berkelit-kelit. Bukannya cepat bertanggung jawab, malah selalu berdalih selama putusan belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com