JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merasa Presiden Joko Widodo akan segera melakukan perombakan kabinet atau reshuffle jilid II. Hal itu terlihat dari komunikasi Presiden dengan para pimpinan parpol koalisi belakangan ini.
"Rasanya reshuffel akan dilakukan. Tapi bagi kami reshuffle bisa terjadi atas kehendak Presiden," kata Hasto dalam diskusi Satu Meja di Kompas TV, Rabu (6/4/2016) malam.
Meski demikian, Hasto mengaku tidak tahu apakah ada pembicaraan mengenai reshuffle kabinet dalam pertemuan dengan pimpinan parpol belakangan ini.
Namun, ia menekankan, biasanya Presiden akan mengkomunikasikan dengan pimpinan parpol sebelum mengambil keputusan. (Baca: Istana: Presiden Berdiskusi "Reshuffle" Kabinet dengan Orang di Sekeliling)
"Tapi pertemuan itu lebih kepada penegasan bahwa parpol beri dukungan sepenuhnya kepada bapak Presiden," kata Hasto.
Hasto menganggap, kembali munculnya wacana reshuffle lantaran tidak sempurnanya proses penyusunan Kabinet Kerja pascakemenangan pemilu presiden 2014. (baca: Muhaimin Tidak Terima Kursi Menteri Desa Diincar)
Hasto kembali mempermasalahkan keputusan Jokowi ketika itu, yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menyusun kabinet. Saat itu, KPK diminta menelusuri daftar calon menteri, apakah ada indikasi terlibat tindak pidana korupsi.
"Tapi fakta-fakta yang saya miliki terjadi penyalahgunaan orang per orang sehingga proses penetapan 'stabilo merah' (terindikasi korupsi) dilakukan dengan mekanisme yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Hasto kini mempertanyakan, mengapa mereka yang terkena "stabilo merah" oleh KPK, hingga kini tidak terjerat kasus korupsi. (Baca: Dituduh PKB Ingin Rebut Kursi Menteri Desa, Apa Kata PDI-P?)
Sementara itu, Syamsuddin Haris peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menilai bahwa reshuffle jilid II adalah keniscayaan. Ia menyinggung keinginan Jokowi ada percepatan pembangunan pada 2016.
Nyatanya, kata Syamsuddin, Jokowi melihat banyak masalah ketika mengecek kondisi di lapangan seperti ketika mengunjungi gudang Bulog, bendungan, pembangkit listrik.
"Ada pejabat yang tidak mengefektifkan tanggungjawabnya. Mau ngga mau dicopot. Itu hak politik sepenuhnya ada di Presiden," kata dia.
Dalam diskusi yang sama, Wasekjen DPP Demokrat Rachland Nashidik mengatakan, dalam situasi ekonomi saat ini, sebaiknya Presiden lebih banyak mencari teman ketimbang musuh. (baca: "Jangan Sampai 'Reshuffle' Hanya untuk Akomodasi Kepentingan Partai")
Presiden, kata dia, tidak perlu melakukan tindakan politik yang kontraproduktif seperti dilakukan parpol pendukung pemerintah. Namun, ia tidak memberi contoh tindakan kontraproduktif apa yang dilakukan parpol koalisi pendukung pemerintah selama ini.
"Lebih baik membangun jembatan yang mempertemukan ketimbang membangun tembok yang jusru menjauhkan dan memisahkan," kata Rachland.
Presiden Jokowi sebelumnya meminta semua menteri untuk fokus mengerjakan tugasnya di tengah isu perombakan Kabinet Kerja. (Baca: Jokowi: Soal "Reshuffle", Semua Fokus Kerja, Tak Usah Dorong-dorong...)
"Semuanya fokus kerja dulu, tidak usah ada yang dorong-dorong, tidak usah," kata Jokowi saat ditemui di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (3/4/2016) malam.
Presiden meminta semua pihak untuk tidak mengintervensi keputusan mengenai jadi atau tidaknya perombakan kabinet. (Baca: Mensesneg Minta Tamu Jokowi Tak Dikaitkan dengan "Reshuffle")
"Tidak ada yang dikte-dikte, apa lagi," ucap Presiden saat ditanya mengenai isu perombakan kabinet.