Per Maret 2016 ini, berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan, terdapat 183.688 tahanan dan narapidana di 477 rutan/lapas seluruh Indonesia. Data tahun 2015, perbandingan antara petugas dengan warga binaan pemasyarakatan adalah 1:45.
Dapat dibayangkan kebutuhan anggaran apabila tiap narapidana setiap hari memerlukan makanan, air, layanan kesehatan. Termasuk kebutuhan untuk perawatan gedung atau pengadaan peralatan/perlengkapan keamanan dan pembinaan.
Dari sisi pengamanan, perbandingan 1:45 bisa jauh lebih buruk, karena jelas tidak semua petugas/pegawai pemasyarakatan bertugas dalam pengamanan.
Satu hal lain yang juga menjadi perhatian serius cetak biru adalah bidang pengawasan terhadap petugas. Idealnya, pengawasan tidak hanya dilakukan secara internal oleh atasan langsung atau oleh inspektorat di kementerian, namun perlu melibatkan pihak eksternal untuk menjamin akuntabilitas.
Peran Badan Narkotika Nasional, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di dalam pengawasan tahanan atau narapidana perlu dinilai positif. Termasuk keterlibatan lembaga non pemerintah.
Perbaikan dalam hal pengawasan ini menurut saya sangat penting dalam jangka pendek. Pelanggaran yang terjadi berulang-ulang di tingkat teknis dapat dinilai sebagai belum maksimalnya pengawasan oleh atasan langsung.
Saya sebenarnya tidak ingin berprasangka buruk, namun pelanggaran dapat terpelihara karena pimpinan juga turut melakukan pelanggaran atau mungkin membiarkan. Seperti tahun 2011, ketika BNN membongkar keterlibatan kepala Lapas Narkotika Nusakambangan yang menerima aliran dana dari hasil transaksi narkoba.
Terakhir, menutup tulisan singkat ini saya ingin menegaskan kembali bahwa melihat permasalahan Pemasyarakatan tidak bisa parsial. Banyak faktor yang saling berkaitan.
Sayangnya belum ada political will yang kuat. Mungkin karena publik masih menganggap nasib tahanan/narapidana tidak penting. Tapi sayangnya, publik selalu hanya ‘marah’ saat manusia yang dianggap tidak penting dan manusia yang mengurusinya itu berulah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.