Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/03/2016, 16:38 WIB

Oleh: Rini Kustiasih

JAKARTA, KOMPAS — Masih banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan oleh anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah daripada membuat kegaduhan baru dengan persoalan tata tertib dan masa jabatan pimpinan.

Aspirasi dari daerah menunggu untuk disalurkan oleh para wakil mereka yang kini duduk sebagai perwakilan daerah di DPD.

Ketua Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi, Sabtu (19/3/2016), di Jakarta, menuturkan, sebaiknya pimpinan dan anggota DPD kembali kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dalam menyelesaikan problem yang kini dialami lembaganya.

Sebagaimana diberitakan, dalam Rapat Paripurna DPD, Kamis lalu, kericuhan terjadi karena anggota DPD keberatan dengan penutupan sidang paripurna yang dinilai sepihak oleh pimpinan DPD.

Pimpinan DPD dalam rapat paripurna itu juga menolak untuk menandatangani draf rancangan perubahan Tata Tertib DPD yang telah disepakati dalam sidang paripurna luar biasa, 15 Januari.

Salah satu materi yang disepakati dalam rapat itu ialah pemangkasan masa jabatan pimpinan alat kelengkapan DPD, termasuk pimpinan DPD, yaitu dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan.

"Solusi paling cepat untuk menyelesaikan problem internal ialah dengan kembali kepada UU. Jika memang aturan UU menyebutkan bahwa masa jabatan pimpinan DPD adalah lima tahun, sebaiknya hal itu dipatuhi supaya tidak timbul kericuhan baru yang tidak bermanfaat," katanya.

Kerja nyata dinanti

Saat ini, masyarakat sedang menanti kerja nyata DPD dalam mengoptimalkan perannya. Keterbatasan peran DPD sebaiknya tidak dijadikan alasan bagi anggota ataupun pimpinan untuk tidak fokus mengoptimalkan peran yang sudah ada saat ini.

Peran- peran DPD antara lain diperlukan dalam pembahasan revisi UU Pilkada yang menyangkut tata politik di daerah ataupun pembahasan tentang bagi hasil kekayaan daerah.

"Problem internal itu justru akan memperburuk pandangan umum kepada DPD yang saat ini belum efektif bekerja. Di tengah keterbatasan peran, semestinya DPD lebih fokus untuk menyelesaikan hal-hal yang menjadi kewajiban mereka, seperti untuk ikut pembahasan UU dengan DPR dan pemerintah, utamanya yang menyangkut kepentingan daerah yang mereka wakili," katanya.

Putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013 menyatakan hal itu, yakni dengan menguatkan peran DPD dengan memberinya wewenang turut serta di dalam pembahasan UU bersama DPR dan pemerintah kendati memang tidak turut dalam pengambilan keputusan.

Menurut Veri, penguatan peran itu semestinya dioptimalkan oleh DPD untuk menunjukkan manfaatnya bagi bangsa dan negara.

"Saya melihat peran pimpinan dan anggota DPD memang belum efektif dengan peran yang ada saat ini," ujar Veri.

Hal senada diungkapkan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Saldi Isra, yang menyebutkan bahwa kekisruhan DPD akan membuat institusi itu malah dipandang miring oleh publik yang selama ini cederung bersimpati kepada DPD karena perannya yang terbatas.

"Jika persoalan ini diteruskan, tidak ada manfaatnya bagi DPD. Bahkan yang menguat adalah anggapan bahwa DPD tidak bisa berperan apa-apa kecuali ada amandemen UUD. Dengan logika lain, DPD saat ini menjadi semakin tidak penting keberadaannya," katanya.

Saldi mengingatkan, saat ini mulai ada wacana untuk membubarkan DPD karena lembaga itu dinilai tidak memiliki peran berarti di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Hal itu antara lain mengemuka di dalam salah satu putusan Musyawarah Kerja Nasional Partai Kebangkitan Bangsa, Februari lalu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

KPK Dalami Kedekatan Windy Idol dengan Tersangka Hasbi Hasan

KPK Dalami Kedekatan Windy Idol dengan Tersangka Hasbi Hasan

Nasional
Danpuspom Pastikan Tak Ada Personel TNI Jadi Beking Lahan di Pulaul Rempang

Danpuspom Pastikan Tak Ada Personel TNI Jadi Beking Lahan di Pulaul Rempang

Nasional
DKPP Diminta Berhentikan Seluruh Anggota KPU, Buntut Isu Keterwakilan Caleg Perempuan

DKPP Diminta Berhentikan Seluruh Anggota KPU, Buntut Isu Keterwakilan Caleg Perempuan

Nasional
Bikin Aturan yang Ancam Keterwakilan Perempuan di Parlemen, 7 Anggota KPU RI Disidang DKPP

Bikin Aturan yang Ancam Keterwakilan Perempuan di Parlemen, 7 Anggota KPU RI Disidang DKPP

Nasional
Jokowi Dapat Data Intelijen soal Arah Parpol, Eks Kepala BAIS: Kok Diributkan? Cabai Keriting di Pasar Pun Kita Laporkan

Jokowi Dapat Data Intelijen soal Arah Parpol, Eks Kepala BAIS: Kok Diributkan? Cabai Keriting di Pasar Pun Kita Laporkan

Nasional
Bermodal SBY Putra Pacitan, Koalisi Prabowo Yakin Menang di Jawa Timur

Bermodal SBY Putra Pacitan, Koalisi Prabowo Yakin Menang di Jawa Timur

Nasional
Gerindra Sebut Nama Cawapres Prabowo Bisa Saja Belum Pernah Dimunculkan ke Publik

Gerindra Sebut Nama Cawapres Prabowo Bisa Saja Belum Pernah Dimunculkan ke Publik

Nasional
KPK Tahan Eks Dirut BUMD Sumsel yang Diduga Rugikan Negara Rp 18 M

KPK Tahan Eks Dirut BUMD Sumsel yang Diduga Rugikan Negara Rp 18 M

Nasional
Anies-Cak Imin dan Parpol Pendukung 'Kick Off' Tim Pemenangan Presiden

Anies-Cak Imin dan Parpol Pendukung "Kick Off" Tim Pemenangan Presiden

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Pemilih yang Bimbang Tentukan Capres Paling Banyak dari Pendukung Golkar

Survei Litbang "Kompas": Pemilih yang Bimbang Tentukan Capres Paling Banyak dari Pendukung Golkar

Nasional
TGB dan Angela Tanoesoedibjo Jadi Wakil Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo

TGB dan Angela Tanoesoedibjo Jadi Wakil Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo

Nasional
PAN Sebut Ada Beberapa Nama Dilirik Masuk Tim Pemenangan, Bakal Diumumkan Prabowo

PAN Sebut Ada Beberapa Nama Dilirik Masuk Tim Pemenangan, Bakal Diumumkan Prabowo

Nasional
PAN Sebut Dukungan SBY, Agum Gumelar, dan Wiranto Kubur Catatan Masa Lalu Prabowo

PAN Sebut Dukungan SBY, Agum Gumelar, dan Wiranto Kubur Catatan Masa Lalu Prabowo

Nasional
Ketika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Hapus 'Chat' dan Lolos dari Jerat Sanksi Etik

Ketika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Hapus "Chat" dan Lolos dari Jerat Sanksi Etik

Nasional
Ke Ponpes Attaqwa Cianjur, Anies: Kita Ingin Negara Ayomi Semua, Harus Ada Perubahan

Ke Ponpes Attaqwa Cianjur, Anies: Kita Ingin Negara Ayomi Semua, Harus Ada Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com