Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/03/2016, 08:58 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahapan menuju pilkada serentak 2017 akan dimulai dalam beberapa bulan ke depan. Berbagai manuver politik ikut mewarnai persiapan pilkada.

Salah satunya, perdebatan soal angka persentase yang paling sesuai sebagai syarat bagi calon perseorangan.

DPR berupaya memperkecil kesempatan calon perseorangan untuk ikut berkompetisi dalam pilkada.

Caranya, melalui revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, sulit untuk memungkiri bahwa partai politik berupaya mengurangi calon-calon perseorangan dalam pilkada.

Menurut dia, kekhawatiran terjadinya deparpolisasi menjadi salah satu alasannya.

"Di tengah persaingan politik saat ini, sulit untuk memungkiri bahwa revisi UU Pilkada digunakan untuk kepentingan politik tertentu," ujar Titi kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2016).

Alasan lain, beberapa daerah yang akan menggelar pilkada pada 2017, dinilai menjadi wilayah perebutan kekuasaan partai politik.

Sebut saja pilkada di Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten. 

Awalnya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan paling tinggi 6,5 persen dari jumlah penduduk di provinsi.

Sementara, untuk tingkat kabupaten atau kota, pasangan calon perseorangan setidaknya mendapatkan dukungan sebesar 4 persen dari jumlah penduduk di kabupaten atau kota.

Kemudian, dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, persentase dukungan sebagai syarat bagi calon perseorangan dinaikkan menjadi lebih tinggi.

Dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2, dijelaskan bahwa syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan, yaitu mendapat dukungan paling sedikit 10 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa.

Kemudian, dukungan 8,5 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk 2.000.000 sampai 6.000.000 jiwa. 

Pada provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 jiwa sampai dengan 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.

Selanjutnya, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.

Putusan MK Mahkamah Konstitusi kemudian mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan.

Mahkamah menyatakan syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah.

Hakim menyatakan, Pasal 41 ayat 1 dan 2 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang dimaknai bahwa perhitungan persentase dukungan didasarkan pada jumlah keseluruhan penduduk.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai pasal tersebut telah mengabaikan prinsip keadilan sehingga mengabaikan semangat kesetaraan di hadapan hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komnas HAM Klaim Sudah Pantau Kondisi Pengungsi Rohingya di Aceh

Komnas HAM Klaim Sudah Pantau Kondisi Pengungsi Rohingya di Aceh

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Jawa Tengah Satu-satunya Benteng Ganjar-Mahfud yang Belum Goyah

Survei Litbang "Kompas": Jawa Tengah Satu-satunya Benteng Ganjar-Mahfud yang Belum Goyah

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Lawan KPK Digelar Senin Ini

Sidang Perdana Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Lawan KPK Digelar Senin Ini

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Prabowo-Gibran Kuasai Pulau Jawa, Bali, hingga Papua

Survei Litbang “Kompas”: Prabowo-Gibran Kuasai Pulau Jawa, Bali, hingga Papua

Nasional
Ketum Gelora Yakin Debat Capres-Cawapres Tak Berdampak Besar ke Elektabilitas

Ketum Gelora Yakin Debat Capres-Cawapres Tak Berdampak Besar ke Elektabilitas

Nasional
Kemenhan dan TKN Sebut Prabowo Pakai Helikopter TNI AU di Sumbar sebagai Menhan

Kemenhan dan TKN Sebut Prabowo Pakai Helikopter TNI AU di Sumbar sebagai Menhan

Nasional
Senin Ini, Rafael Alun Jalani Sidang Tuntutan Kasus Gratifikasi dan TPPU

Senin Ini, Rafael Alun Jalani Sidang Tuntutan Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Jelang Debat Capres-Cawapres, Anis Matta: Jangan Remehkan Gibran

Jelang Debat Capres-Cawapres, Anis Matta: Jangan Remehkan Gibran

Nasional
H-1 Debat Perdana, Ganjar Luncurkan Toko 'Merchandise' Kampanye dan Dialog Bareng Pengusaha

H-1 Debat Perdana, Ganjar Luncurkan Toko "Merchandise" Kampanye dan Dialog Bareng Pengusaha

Nasional
Soal Pengungsi Rohingya, Menkumham: Mereka Korban Mafia

Soal Pengungsi Rohingya, Menkumham: Mereka Korban Mafia

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Suara Anies di Jakarta Unggul, Ganjar Kuat di Jawa Tengah

Survei Litbang "Kompas": Suara Anies di Jakarta Unggul, Ganjar Kuat di Jawa Tengah

Nasional
Soal Kampanye 'Gemoy' Prabowo, Anis Matta: Bukan Berarti Tak Punya Narasi

Soal Kampanye "Gemoy" Prabowo, Anis Matta: Bukan Berarti Tak Punya Narasi

Nasional
Survei Litbang 'Kompas' Pilpres 2024: 'Undecided Voters' Capai 28,7 Persen

Survei Litbang "Kompas" Pilpres 2024: "Undecided Voters" Capai 28,7 Persen

Nasional
Jika Jadi Presiden, Prabowo Janji Rangkul Semua Kekuatan di Indonesia

Jika Jadi Presiden, Prabowo Janji Rangkul Semua Kekuatan di Indonesia

Nasional
Pesan ke Kader dan Relawan, Prabowo: Kampanye 65 Hari Lagi, Jangan Terkecoh Elite Nyinyir

Pesan ke Kader dan Relawan, Prabowo: Kampanye 65 Hari Lagi, Jangan Terkecoh Elite Nyinyir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com