Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Mengambil Suatu Tindakan yang Dianggap Perlu”, Kalimat Fatal dalam Supersemar

Kompas.com - 11/03/2016, 07:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) sebenarnya berisi perintah Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan umum.

Perintah lainnya, meminta Soeharto untuk melindungi Presiden, semua anggota keluarga, hasil karya dan ajarannya.

Akan tetapi, Soeharto tidak melaksanakan perintah tersebut dan mengambil tindakan sendiri di luar perintah Presiden Sukarno.

Menurut Asvi, tindakan yang dilakukan Soeharto karena Soekarno telah membuat kesalahan fatal dengan mencantumkan kalimat "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu." (Baca: Supersemar, Surat Sakti Penuh Misteri)

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, saat menghadiri sebuah diskusi mengenai Supersemar di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016).
"Frasa itu menjadi blunder yang dilakukan Bung Karno. Seorang sipil memberikan perintah yang tidak jelas pada seorang tentara. Perintah kepada tentara seharusnya itu kan jelas, terbatas, dan jelas jangka waktunya," ujar Asvi, saat dijumpai Kompas.com, Minggu (6/3/2016).

Asvi mengatakan, sebagai seorang sipil, Soekarno seharusnya tidak memberikan perintah yang tidak jelas kepada seorang tentara.

Lebih dekat dengan kekuasaan

Surat perintah itu dinilai membawa Soeharto selangkah lebih dekat dengan kekuasaan.

Tafsir atas "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu" menjadi pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno.

"Itu kan selangkah lagi untuk mengambil kekuasaan. Betul Jika dikatakan surat itu adalah kunci pengambilalihan kekuasaan. Jadi kalau pakai itu, tinggal diputar kuncinya dan dapatlah kekuasaan," ujar Asvi. 

Setelah menerima Supersemar, langkah pertama yang dilakukan Soeharto adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat Keputusan Presiden No 1/3/1966.

Surat itu dibuat dengan mengatasnamakan Presiden bermodal mandat Supersemar yang ditafsirkan oleh Soeharto sendiri. (Baca: Supersemar, Surat Kuasa atau "Alat Kudeta")

Langkah kedua, Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Presiden Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Supersemar di luar kewenangan yang diberikannya.

Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of authority”.

"Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu suatu transfer of soverignty. Transfer of authority. Padahal tidak! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal!"

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com