Kode etik dinilai perlu dalam mencegah terjadinya perselisihan di antara anggota kabinet. (Baca: "Jokowi Harus Mencari Mana Menteri yang Benar, Mana yang Salah" ).
"Perlu kode etik yang dibuat tertulis, karena aktor-aktor yang berselisih ini tidak paham pemerintahan, tidak tahu etika, maka perlu code of conduct," ujar mantan Deputi Bidang Politik Wakil Presiden, Djohermansyah Johan dalam diskusi Perspektif Indonesia di Menteng, Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
Menurut Johan, perselisihan antar menteri yang dilakukan secara terbuka sangat berbahaya, karena dapat merusak kepercayaan publik terhadap Presiden dan pemerintah.
Bahkan, menurut Johan, konflik para menteri ini dapat merusak wibawa Presiden.
Selebihnya Johan mengatakan, kode etik anggota kabinet tersebut nantinya akan mengatur hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan para menteri.
Misalnya, jika ada keputusan pemerintah yang belum final, maka para menteri hanya boleh menyampaikan argumen pribadi, namun tidak diperkenankan menyerang pendapat menteri lainnya.
Selain itu, kode etik dinilainya dapat berfungsi dalam mengawasi para menteri agar bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. (Baca: Jokowi: Menteri Jangan Ributkan Hal yang Belum Saya Putuskan!).
Para menteri dilarang untuk bertindak di luar struktur kabinet, atau di luar tugas pokoknya.
Lebih lanjut, menurut Johan, kode etik tersebut juga harus memuat sanksi bagi anggota kabinet yang melanggarnya.
Misalnya, sanksi ringan berupa teguran, hingga sanksi berat berupa pencopotan dari jabatannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.