Bareskrim Polri menangkap Bambang pada Jumat (23/1/2015) lalu. Ia ditangkap seusai mengantarkan anak bungsunya ke sekolah. Seluruh aktivis dan massa pendukung KPK pun geger dengan penangkapan itu.
Belakangan, Ombudsman menemukan sejumlah maladministrasi dalam penangkapan Bambang. Salah satunya pada saat penangkapan, di mana petugas tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri.
Saat penggeledahan, petugas juga tidak dapat memperlihatkan surat perintah penggeledahan rumah Bambang.
(Baca: Ombudsman: Penangkapan Bambang Widjojanto oleh Polri Maladministrasi)
Dalam surat rekomendasinya, Ombudsman meminta agar Kapolri mengevaluasi sejumlah anak buahnya dan memberi sanksi atas maladministrasi tersebut.
Sementara Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran HAM dalam penangkapannya.
Penangkapan Bambang tidak terlepas dari situasi konflik yang terjadi antara KPK dan Polri, yang sebenarnya telah menjadi konflik laten.
Diduga, terjadi penggunaan kekuasaan yang eksesif yang sebenarnya tidak diperlukan seperti penggunaan senjata laras panjang serta pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan.
Komnas HAM menduga penggunaan upaya paksa serta penanganan perkara telah melampaui langkah yang seharusnya dilakukan oleh kepolisian berdasarkan peraturan yang ada serta keluar dari praktik yang selama ini dilakukan.
Komnas HAM menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera melakukan remedial kepada Bambang ataupun pimpinan KPK lainnya yang saat ini dilaporkan ke kepolisian.
Remedial yang dimaksud dapat berarti pemulihan nama baik, pemulihan status tersangka, hingga perlindungan dari upaya kriminalisasi yang coba dilakukan oleh Polri.
Namun, rekomendasi hanyalah rekomendasi. Nyatanya, rekomendasi itu tidak pernah dilakukan Polri yang merasa seluruh tindakannya sudah benar.
Selanjutnya: Ambisi politik berujung pidana Abraham Samad